0

My Stories







Baca cerita-ceritaku yang 'mungkin' belum sesempurna penulis yang memang udah handal, tapi inilah aku yang mencoba belajar jadi penulis dengan caraku sendiri.


Ingat, sebagai anak bangsa yang "CERDAS", 
BUDAYAKAN MEMBACA DAN PERANGI PLAGIASI!



Boleh copy paste, asal mencantumkan sumber atau penulis. Boleh apresiasi, tetapi tidak sepenuhnya plagiasi. Tidak semua yang saya tulis menggambarkan siapa saya dan siapa Anda. Fiktif belaka!




1. Crescent Moon and Your Smile

“Bulannya bagus, ya?” Viona tersenyum. Matanya enggan berhenti memandangi bulan sabit yang baginya akan memberi kebahagiaan tersendiri untuknya. Terlebih saat ada Bagas di sampingnya. “Satu-satunya alasan kenapa mata ini nggak berhenti mandanginnya ya.. cuma satu, karena lengkungannya yang indah ngingetin Vio sama senyum seseorang.” Viona tertawa renyah. “Dan itu, lo.” Crescent Moon and Your Smile [part I]  
DOWNLOAD




2. Raka!

Shanny mencintai kekasihnya. Seseorang yang selama jutaan detik selalu berada di sampingnya. Tapi ketika cinta itu tak ada lagi di tempatnya, apakah tidak mungkin jika air matanya tidak bisa berhenti berjatuhan? Apakah tidak mungkin bila hatinya perlahan menjadi kepingan-kepingan?


3. You're Not Alone
 Saat ragaku perlahan tak berdaya, yang kuingin hanya kebahagiaan, yang kuingin hanya mereka ada di setiap aku membuka mata, sampai saat nanti aku tak bisa membuka mataku kembali.



4. Forget It!

Neva memang tidak percaya dengan semua. Kehadiran Arga membuatnya bertanya-tanya, apakah benar ia jatuh cinta? Tapi mengapa semua menjadi rasa benci yang tak termaafkan ketika ia tahu, cintanya hanya permainan semata.



5. Last Ten First Years

Aku seperti terbang terbawa masa lalu. Memulangkan kenangan, menyusun kembali bingkisan cerita lama yang telah kukemasi. Kaulah alasan mengapa aku menuliskan sepenggal kisah ini. Kaulah jawaban mengapa aku segila ini.
Aku ingin seperti sepasang merpati yang terbang di antara merah merona senja. Aku ingin dengan sepasang sayap yang mampu membawaku terbang hanya bersamamu. Namun mengapa kau patahkan satu sisi sayapku? Kau biarkan aku mencari sepasang sayap lain, sedang kau ingin terbang bahagia dengan satu sinar yang mampu menembus celah hatimu. Seolah janji kita telah legam. Seolah senja kita telah muram.  


 6. Love without Discrimination
Terkadang aku sadar, mengejar sesuatu yang tidak mungkin bisa diraih itu ibarat menyentuh udara. Dari kalimatnya saja tertulis ‘tidak mungkin’ tapi mengapa terkadang seseorang masih saja melakukan itu semua.
Cinta? Selalu itu yang mereka katakan.
Terkadang aku bosan berbicara cinta. Mengingatkanku pada segelintir kepahitan yang berbungkus kemunafikan yang dikemas menjadi satu yang akhirnya mengakibatkan patah hati yang tak berkesudahan.
Cinta sejati? Makanan apa itu? Dari kata-katanya saja terdengar menjijikkan. Bukankah semua itu hanya ada di negeri dongeng? Di novel-novel teenlit yang pernah aku baca dan di mulut orang-orang yang mengabadikannya?


7. Segenggam Masa Lalu
“Dandelion ini memang lemah. Namun mereka tidak hanya pasrah. Dan kamu percaya? Mereka itu adalah pejuang sejati.”
         Callysta menggeleng pelan. Mulutnya masih terkunci rapat. Tersirat simpul manis pada bibirnya.
        “Sekuat apapun benih-benih itu ingin tetap tinggal, tapi angin lebih kuat menerbangkannya ke langit luas. Angin membawanya pergi jauh dari habitatnya, namun dengan pappus-pappus[1] lembutnya mereka mampu bertahan, dan menemukan pelabuhan yang tepat untuk kehidupan barunya.”
          “Tapi, dandelion itu pasti kembali?”
          Reyhan terdiam. Sorot matanya menatap Callysta tajam, seakan-akan mengunci pandangannya dalam percakapan yang mereka ciptakan di telaga itu.
         Perlahan tangan Reyhan meraih satu pucuk dandelion yang mekar di hadapan mereka. Meniupkannya, dan pappus-pappus[1] lembut itupun beterbangan seiring hembusan angin yang ikut mengisi kebahagiaan mereka kala senja itu.
            Reyhan tersenyum, “pasti.”


28 Dec 2012 
"Ketika seseorang yang kaucinta mencintai sahabatmu."
Matanya menyipit mendapati seberkas cahaya masuk melewati celah-celah ventilasi kamarnya, tentu saja itu sangat mengganggu tidur panjangnya malam ini. Dentuman keras detak jarum jam dinding yang tepat berada di atas telinganya membuatnya tak ingin lagi meneruskan mimpi yang entah apa; dia tak mau mengingatnya lagi.

 

9. Serial: Memories

Aku kira cinta itu indah, aku kira cinta itu selalu membawa kebahagiaan. Tapi yang ini tidak. Kebahagiaan itu hanya kurasa di awal. Saat pertama kali dia menatap mataku, dan disaat dia bukan milik orang lain. Aku hanya merasa bahwa cinta itu harus memiliki.
Tapi aku salah, salah besar.
Cinta membawa keterpurukan, membuat duniaku menjadi kelam. Terlebih saat aku tau ada seseorang yang berhasil mengubah hidupmu.
Tetapi orang itu bukan aku.
Dan selamanya bukan aku.

Hai, apa kabar?
Seperti apa yang selalu kujanjikan, aku takkan pernah melupakan semua. Namun satu hal yang gagal kita pertahankan; bahwa kita akan selalu bersama.
Sahabat kecilku, tak ada yang salah di antara kita. Jarak yang menginginkan kita seperti ini. Waktu yang memaksa kita untuk tak seperti dulu lagi.
Aku juga merindukan semua. Aku merindukan bagaimana kita mengeja tawa tanpa airmata. Aku merindukan suara-suara manis yang begitu menggelitik telinga. Aku merindukan bagaimana kalian mengisi dua belas tahun 
hidupku untuk benar-benar membuatku merasa bahwa aku bahagia telah terlahir di dunia.
Aku sungguh merindukan semua itu.



11. Serial: Letters to You


Salam hangat untuk cintamu,
Berjuta detik lebih, aku berjuang melawan semua waktu, aku bertahan dengan setumpuk lukaku, tanpa adanya satu yang dulu sempat ada disaat hati kecil ini menjerit menyebutkan namanya. Namun sekarang, tak ada lagi yang mendengar suara hati ini, tak ada lagi yang peduli lara ini, dan kau tau? Aku mulai terbiasa dengan semua ini. Menangis sendiri. Menikmati sepi sendiri. Dan mengobati luka ini, sendiri.
Bagaimana dengan duniamu? Mungkin bahagia selalu ada bersamamu, karena kini kau tlah temukan sayapmu. Sedang aku masih terjebak dalam masa lalu dan menunggu seseorang memasangkan sayap yang entah kemana semenjak luka itu ada, mematahkan untuk yang kesekian kalinya.


12. Lampion 

Namaku Tiara, hidupku memang terasa bahagia saat aku memiliki dua orang yang spesial dalam hidupku. Semenjak mereka hadir, aku tak punya alasan lagi untuk merasa kesepian.Aku tak bisa tanpa mereka. Hidupku terlanjur bergantung pada mereka. Ada yang hilang saat aku tak bersama mereka. Semua hampa, persis seperti apa yang aku rasakan sekarang ini. Saat aku sendiri.


13. Kau Berhak Bahagia


 Aku lelah bertanya pada takdir, salahkah kita yang  mulai terbiasa dengan kebahagiaan lain yang tercipta saat kita bersama. Salahkah aku bila pada akhirnya kubiarkan kaupergi meski dalam hati kuragukan; aku akan bisa setegar saat bersamamu...



14. Keraguan di Balik Hujan

Bagiku cinta itu seperti Januari yang selalu identik dengan butir-butir dingin yang selalu menggigilkan tubuh di segala waktu. Selalu datang tanpa di minta, pun jika inginkan berhenti tanpa berucap sebelumnya. Cinta itu ambigu, sama tidak jelasnya dengan perasaan yang kurasakan tanpa pernah bisa kutemui penghujung atas rasa cinta yang semu. Lelaki itu, begitu tega...


 15. Melukis Senyum di Bibir Mama


 Setiap orang memiliki mimpi, lalu apakah keterbatasan menjadi alasan seseorang tidak mampu mewujudkan impiannya?
    Hidup di dunia ini tak pernah terlepas dari sebuah keinginan. Saat kali pertama manusia berkenalan dengan dunia, saat itu mereka mulai merancang impiannya. Siapa yang tak punya mimpi? Setiap orang memiliki mimpi, dan setiap pemimpi pasti selalu ada hasrat untuk merealisasikannya. Namun, hanya sebagian saja yang bisa mewujudkan impiannya menjadi nyata.
    Alika punya mimpi. Dalam setiap rapalan doanya, ia selalu menyebut nama Mama. Dalam setiap kepalan tangannya, ia selalu bejuang demi satu nama yang menjadi alasan mengapa ia berani bermimpi dan berjanji mewujudkannya.
    Karena Mama adalah satu-satunya kebahagiaan yang iapunya.


16. Matahari dan Pohon Langit itu Jodoh

Mungkin kau tak pernah tahu sejak kapan semua ini bermulai. Yang perlu kau tahu hanyalah harus selalu waspada jika suatu saat nanti akan kau temui goresan-goresan tangan yang tersirat tentangmu. Maaf jika kau akan selalu hadir dalam setiap kisah yang kupersembahkan kepada mereka—siapa saja yang akan menyediakan mata untuk membacanya, karena aku begitu kesulitan mencari tempat untuk menumpahkan semua cerita—yang tulus dari hati—selain di sini saja, pun agar kau memahaminya.
            Walau kurasa semua itu tak mungkin.
            Ya, Matahariku. Bolehkah kusebut kau dengan nama itu? 



17. Peminjam Bahuku

Dulu, separuh jiwaku pernah terluka. Apa lagi jika bukan karena cinta? Hidup tak pernah terlepas dari seringainya.
            Kata orang-orang, cinta itu indah. Dengan cinta, segalanya terlengkapi. Namun semua itu tak pernah kutemui pada kita. Cinta yang kau beri, hanya sesaat, dan untuk meninggalkan luka. Semua tampak sempurna pada awalnya, sebelum sampai hati ini menjadi kepingan-kepingan yang begitu sulit untukku menyusun agar menjadi utuh kembali.

18. Merindumu, Ibu


Pada akhirnya, waktu telah membawaku ke masa ini. Masa yang paling kutakuti, menjeratku yang semakin lekat dengan air mata. Masa di mana hanya akan ada rindu yang mengusik jiwa. Bukan, bukan itu, Ibu. Aku tak ingin masa ini akan sering memaksaku untuk melupakan apa yang pernah terjadi dulu. Segalanya hanya akan mencipta sendu dalam palung jiwaku. Percayalah kepadaku.

            Bagai kembali pada masa di mana kebahagiaan tercipta tanpa pernah kumemintanya. Dalam senyum simpul yang kaugurat penuh makna, kauyakinkanku bahwa pertemuan begitu manis terasa. Namun mengapa kauciptakan perpisahan yang begitu menyakitkan bila kausendiri tahu, bahagia akan hilang setelah itu.


19. Cinta dan Kamu


Awalnya aku tak mengerti apa itu cinta. Sampai aku menemukan sesorang yang tiba-tiba datang memberiku arti kata cinta yang sebenarnya.
Ternyata aku salah, tak selamanya cinta itu membawa keterpurukan, setelah aku tau, cinta tak lagi ada di sini. Dan tak selamanya cinta selalu indah, saat aku tau, cinta ada bersamaku.
Cinta memberiku beribu makna, yang belum pernah aku mengerti sebelumnya.
Sekarang aku mulai paham semuanya.
Cinta, yang mengajariku untuk bisa jadi diri sendiri, tanpa perlu jadi orang lain. Karena aku yakin, cinta yang tulus, dan seseorang yang tulus mencintaiku, akan datang tanpa peduli seberapa besar kelemahanku.


20. Sepotong Hati untuk Ibunda


Teruntuk wanita yang selalu dengan sepenuh hati mengerahkan segala pengorbanannya,
Ibu, telah sampaikah rapalan doa yang kugenggam dalam setiap hela napas yang kutujukan kepada Tuhan dalam perbincangan kami tentangmu? Aku selalu berharap kau akan tetap berada dalam lindungan-Nya. Berharap kau akan terus menghirup napas kebahagiaan selagi jemariku masih sanggup merapal doa hanya untukmu, lentera hidupku.

Percayakah bahwa hidup telah memberiku berjuta kebahagiaan yang terlintas menggores lembar kehidupanku yang kosong? Namamu ada di antara berjuta lainnya. Kaulah yang pertama, yang melukis senyum indah dan cinta yang tak ternilai harganya. Begitu besar. Begitu sulit untukku menerka-nerka balas kasih yang bisa kuberi untukmu kelak.


21. Jeda

Aku pernah merasakan indahnya melarung kasih di bawah letupan kembang api di langit Surabaya, kini kembali kurasakan di tempat yang berbeda. Namun jika kuingat hal itu, perpisahan kami adalah awal kisah membangun bahteraku berdua dengan Shakina—wanita yang mereka pilihkan untukku dulu, hingga kudapati hati Melani yang terpatahkan karena keputusanku. Benar katanya, aku yang menginginkannya terlepas. Hingga saat pertemuan kembali itu, kurasakan sesal yang menghakimi perasaanku. Antara aku dengannya, hanyalah goresan kisah masa laluku.


22. The Damn First Love

Aku sangat bahagia, terlebih ketika satu sosok telah berhasil membuatku memaku pandangan untuk sekian waktu. Di bawah pendar cahaya keemasan lampu itu, wajahnya dapat kutelisik begitu jelas. Memancar pesonanya sendiri. Ah, apa benar aku terjerat dalam pesonanya? Aku tak mengenalnya, dan pertemuan ini, sangatlah beku tanpa satu patah kata. Hingga kukira, selepas perpisahan itu, tak ada lagi pertemuan yang menjadikanku akan semakin leluasa menatap bening matanya. Kukira aku akan menunggu satu tahun lagi untuk merasakan bersama dengannya di bawah naungan langit ibukota. Kukira, inilah pertemuan singkat.


23. Jingga dalam Langit Senja

“Apa yang kaulakukan ketika satu-satunya hati yang kaupercaya justru menjadi orang yang paling memberimu luka?” imbuhku, dengan nada yang menurun. Meski getir tak terkalahkan.            
“Ke mana lagi ‘kan kutemui hati bila bukan pada Langit, Senja?” Sudah. Aku tak dapat lagi menahan gejolak di hati. Kurasakan tubuhku ringkih dan sesosok telah merengkuhku dalam pelukannya. Pelukan yang kukenal. Pelukan yang pernah menjadi milikku seutuhnya. Pelukan yang selalu kunanti kehangatannya.           “Ke mana lagi ‘kan kutemui hati bila bukan padamu...,”



24. Backpacker Edition: Trip to Ungaran Mountain



"Setelah melewati kios, kami mulai menyusuri jalanan terjal. Jalanan masih berlum dipaving, jadi hanya semacam jalan setapak, namun sudah rapi. Kiri pepohonan besar yang menjulang, dan tebing, kanan adalah jurang, and I can't show anything but this light. I can't hear anything but the sound rawring."

Ini cerita kami, tentang seribu langkah yang mengantarkan kami pada puncak tertinggi di tanah kami, Ungaran, Kabupaten Semarang. Dua hari kami tak pantang menyerah, melewati malam, menyerang dingin, melawan ketakutan, menahan sakit, menegakkan keberanian. Ya, inilah kisah kami, para relawan, untuk mendaki puncak Ungaran, dengan seluruh cerita menarik di dalamnya.


0 comments: