Sunday, December 8, 2013

2

Merindumu, Ibu

Posted in , , , , , ,
picture from google
Pada akhirnya, waktu telah membawaku ke masa ini. Masa yang paling kutakuti, menjeratku yang semakin lekat dengan air mata. Masa di mana hanya akan ada rindu yang mengusik jiwa. Bukan, bukan itu, Ibu. Aku tak ingin masa ini akan sering memaksaku untuk melupakan apa yang pernah terjadi dulu. Segalanya hanya akan mencipta sendu dalam palung jiwaku. Percayalah kepadaku.
            Bagai kembali pada masa di mana kebahagiaan tercipta tanpa pernah kumemintanya. Dalam senyum simpul yang kaugurat penuh makna, kauyakinkanku bahwa pertemuan begitu manis terasa. Namun mengapa kauciptakan perpisahan yang begitu menyakitkan bila kausendiri tahu, bahagia akan hilang setelah itu.
            Ibu, dapatkah kaumeminta waktu untuk kembali? Kuingin menikmati setidaknya enam puluh menit untuk merasakan hangat dekapanmu. Kuingin rasakan bagaimana sejuknya romansa yang tertuang dalam balut hangat sapamu. Seperti dulu, Ibu.
            “Ibu, jika aku dewasa nanti, Ibu akan tetap bersamaku, bukan?”
            Kaumengangguk. Dalam guratan senyum itu, kaubisikkan kata-kata indah, ”Ibu akan selalu ada di sini.” Jemarimu menjamah lembut debar dadaku yang tertabuh mencipta melodi rindu. Aku akan merindukan segalanya.


           Lagi. Butir bening itu tak bisa kutahan dengan berjuta alasan. Aku tak mampu merelakan segala yang tak kuinginkan untuk pergi. Dalam hidup yang berubah temaram semenjak peristiwa itu, adakah jalan yang bisa kutemuh agar kudapatkan cahaya seperti saat kaulabuhkan pelukmu dalam gigil tubuhku.
            “Relakan dia pergi,” ucap Ayah, memeluk bahuku.
Dalam isak, berbagai hunjaman silih berganti menyiksa ketika kudapati tubuhnya semakin lenyap. Tak seharusnya ia berada di sana. Tempat itu gelap, Ibu. Namun di sini aku akan merasa lebih gelap bila tanpamu.
“Ibu akan tersenyum bila kautersenyum.” Sekali lagi, Ayah membuatku terjatuh dalam dekapan eratnya. Sesekali butir bening itu membasahi kemeja hitamnya yang pernah kusaksikan sebagai hadiah dari sosok yang mencintainya.
Iya, Ibu.
Bagaimana bisa kurelakan pergi, bila kebahagiaanku saja terbawa pergi olehnya? Aku akan kehilangan alasanku tertawa untuk selamanya. Aku akan kehilangan lentera untuk hidup yang tak lagi berwarna. Katakan padaku, Ayah. Beri aku alasan mengapa harus kurelakan segala yang indah?
Cepat atau lambat, waktu juga yang akan membawaku jauh. Takdir memang tak inginkanku untuk merengkuh dewasa bersamamu. Aku akan menyisir samudera menuju bahtera yang kuimpikan tanpamu. Di hadapan nisan yang bertulis namamu, Ibu, tangisku berhamburan. Aku selalu gagal memaksa waktu untuk kembali mengulang masa lalu.
Ibu, katakan padaku, kapan kita akan kembali bertemu?




"Tulisan ini diikutsertakan dalam “Birthday Giveaway “When I See You Again” di blog: http://itshoesand.wordpress.com

2 comments:

  1. Halo, Atika salam kenal ya :)
    Ceritanya bagus, menyentuh sekali. Diiringi gaya bahasamu yang puitis. Saya percaya kamu punya kemampuan bikin orang merasa teriris batinnya dengan tulisanmu. Keep writing ya! :D
    Terima kasih sudah berpartisipasi.

    ReplyDelete
  2. Alhamdulillah, terima kasih banyak, Kak Gee. Salam kenal juga, semoga kesampaian deh baca kumcer kakak lewat GA ini hihi
    Sekali lagi, selamat ulang tahun :)

    ReplyDelete