Merindumu, Ibu
Posted in cerita, Flash Fiction, Ibu, kepergianmu, lomba blog, merindu, storiespicture from google |
Pada akhirnya, waktu telah membawaku ke masa ini.
Masa yang paling kutakuti, menjeratku yang semakin lekat dengan air mata. Masa
di mana hanya akan ada rindu yang mengusik jiwa. Bukan, bukan itu, Ibu. Aku tak
ingin masa ini akan sering memaksaku untuk melupakan apa yang pernah terjadi
dulu. Segalanya hanya akan mencipta sendu dalam palung jiwaku. Percayalah kepadaku.
Bagai
kembali pada masa di mana kebahagiaan tercipta tanpa pernah kumemintanya. Dalam
senyum simpul yang kaugurat penuh makna, kauyakinkanku bahwa pertemuan begitu
manis terasa. Namun mengapa kauciptakan perpisahan yang begitu menyakitkan bila
kausendiri tahu, bahagia akan hilang setelah itu.
Ibu,
dapatkah kaumeminta waktu untuk kembali? Kuingin menikmati setidaknya enam
puluh menit untuk merasakan hangat dekapanmu. Kuingin rasakan bagaimana
sejuknya romansa yang tertuang dalam balut hangat sapamu. Seperti dulu, Ibu.
“Ibu,
jika aku dewasa nanti, Ibu akan tetap bersamaku, bukan?”
Kaumengangguk.
Dalam guratan senyum itu, kaubisikkan kata-kata indah, ”Ibu akan selalu ada di
sini.” Jemarimu menjamah lembut debar dadaku yang tertabuh mencipta melodi
rindu. Aku akan merindukan segalanya.
Lagi.
Butir bening itu tak bisa kutahan dengan berjuta alasan. Aku tak mampu
merelakan segala yang tak kuinginkan untuk pergi. Dalam hidup yang berubah
temaram semenjak peristiwa itu, adakah jalan yang bisa kutemuh agar kudapatkan
cahaya seperti saat kaulabuhkan pelukmu dalam gigil tubuhku.
“Relakan
dia pergi,” ucap Ayah, memeluk bahuku.
Dalam isak, berbagai hunjaman
silih berganti menyiksa ketika kudapati tubuhnya semakin lenyap. Tak seharusnya
ia berada di sana. Tempat itu gelap, Ibu.
Namun di sini aku akan merasa lebih gelap bila tanpamu.
“Ibu akan tersenyum bila
kautersenyum.” Sekali lagi, Ayah membuatku terjatuh dalam dekapan eratnya. Sesekali
butir bening itu membasahi kemeja hitamnya yang pernah kusaksikan sebagai
hadiah dari sosok yang mencintainya.
Iya, Ibu.
Bagaimana bisa kurelakan
pergi, bila kebahagiaanku saja terbawa pergi olehnya? Aku akan kehilangan
alasanku tertawa untuk selamanya. Aku akan kehilangan lentera untuk hidup yang
tak lagi berwarna. Katakan padaku, Ayah. Beri aku alasan mengapa harus
kurelakan segala yang indah?
Cepat atau lambat, waktu
juga yang akan membawaku jauh. Takdir memang tak inginkanku untuk merengkuh
dewasa bersamamu. Aku akan menyisir samudera menuju bahtera yang kuimpikan tanpamu.
Di hadapan nisan yang bertulis namamu, Ibu, tangisku berhamburan. Aku selalu
gagal memaksa waktu untuk kembali mengulang masa lalu.
Ibu, katakan padaku,
kapan kita akan kembali bertemu?
"Tulisan ini diikutsertakan dalam “Birthday Giveaway “When I See You Again” di blog: http://itshoesand.wordpress.com “
Halo, Atika salam kenal ya :)
ReplyDeleteCeritanya bagus, menyentuh sekali. Diiringi gaya bahasamu yang puitis. Saya percaya kamu punya kemampuan bikin orang merasa teriris batinnya dengan tulisanmu. Keep writing ya! :D
Terima kasih sudah berpartisipasi.
Alhamdulillah, terima kasih banyak, Kak Gee. Salam kenal juga, semoga kesampaian deh baca kumcer kakak lewat GA ini hihi
ReplyDeleteSekali lagi, selamat ulang tahun :)