Midnight Metropolis
Posted in cerita, Cerpen, jamban blogger, kumpulan cerpen, mediakita
Midnight Metropolis
28 Dec 2012
Matanya
menyipit mendapati seberkas cahaya masuk melewati celah-celah ventilasi
kamarnya, tentu saja itu sangat mengganggu tidur panjangnya malam ini. Dentuman
keras detak jarum jam dinding yang tepat berada di atas telinganya membuatnya
tak ingin lagi meneruskan mimpi yang entah apa; dia tak mau mengingatnya lagi.
Ia berjalan sempoyongan keluar
kamar, menuruni anak tangga, satu persatu. Jemarinya sibuk mengusap-usap
matanya yang masih setengah membuka. Piyama biru bergoreskan warna monokromatik
abu-abu terlihat begitu kusut. Rambutnya yang ikal tertata rapi, sekarang
seolah tersihir menjadi rambut singa; sangat berantakan. Hal itu yang
mengharuskan ia untuk mampir ke toilet.
Perlahan-lahan, ia memutar kran air,
dengan begitu air mengalir begitu berirama dengan percikan-percikannya yang
menyentuh wastafel, kemudian memantul ke arah kulitnya yang sesekali
menghadirkan kesegaran tersendiri baginya. Clarinta menengadahkan kedua
tangannya di bawah semburan air lalu membasuhkan pada wajah kumelnya. Sesekali
ia menatap pada kaca lonjong di hadapannya. Wajahnya yang setengah basah
mengingatkannya pada pertengahan September lalu saat ia menghabiskan malamnya
yang gerimis bersama Johan, di depan bangunan neo-gothic Eropa; Gereja Katedral.
Gereja itu kembali mengingatkan pada
perbedaan yang begitu menyeruak dalam kisahnya bersama Johan, kekasihnya. Ada
yang berbeda dari caranya menyembah Tuhan. Ada yang berbeda dari caranya
menyebut nama Tuhan. Ada perbedaan pada Gereja Katedral dan Masjid Istiqlal
sebagai peribadatan. Ada yang berkata mereka tak pantas dipersatukan. Namun
Johan selalu meyakinkan Clarinta bahwa perbedaan bukanlah penghalang, perbedaan
menjadi tidak berarti saat hati telah memilih. Clarinta percaya itu.
Tangannya kembali memutar kran air;
mematikannya. Lalu ia berjalan keluar dan kembali menuju kamarnya yang masih
berantakan. Membuka lebar-lebar lemari kaca yang berdiri di samping kanan
ranjangnya, lalu memilah-milah dari sekian banyak baju yang bergelantungan di
dalamnya. Aha! Bolero rajut berwarna krem ini sedikit menyita pandangannya.
Hadiah dari Auryn, sahabat Clarinta, saat ulang tahun ke tujuh belasnya.
Cahaya matahari benar-benar
menyilaukan. Tapi mau tak mau Clarinta harus pergi sekarang. Mobilnya sudah
raib, tak ada di bagasinya. Pasti Reno. Sepagi ini kakak satu-satunya itu sudah
saja melancong. Untuk apa coba? Selain ke pantai hura-hura bersama teman-teman
wanitanya. Kebiasaan! Coba saja kalau bukan karena tinggal di kota
metropolitan? Apa masih bisa Reno dengan membawa mobil sana-sini, gandeng cewek
sana sini? Dan andai saja waktu itu ayahnya tak sepasrah itu menuruti keinginan
Reno untuk membelikan mobil yang membutuhkan rupiah dalam jumlah yang tak
sedikit itu. Clarinta menghela nafas panjang.
Masih terbilang sedikit, toko-toko
di bilangan Kemanggisan, Palmerah, yang sudah buka untuk waktu yang masih
sepagi ini. Clarinta mendapati toko buah -yang
memang dicarinya- sudah terbuka lebar. Ia lalu memarkirkan motor maticnya di depan toko itu. Terlihat
warna-warni buah-buahan segar yang menggugah selera. Ia mengambil keranjang, lalu
memasukkan beberapa buah jeruk Mandarin, sesikat pisang Ambon, butiran-butiran
anggur merah dan beberapa biji mengkudu.
“Berapa, Mbak?” tanyanya sembari mengeluarkan
dompet dari sakunya.
“Enam puluh sembilan ribu, Mbak.”
Penjaga toko tersebut mengulurkan sebungkus plastik besar buah-buahan yang
Clarinta beli.
Clarinta mengulurkan dua lembar;
lima puluh ribu dan dua puluh ribuan, lalu menerima bungkusan tersebut.
Kemudian dengan perlahan membalikkan badannya.
“Kembaliannya, Mbak..” Teriak
penjaga toko itu.
“Simpan aja.”
“Terima kasih!” Suaranya terdengar
begitu melengking dari dalam toko.
Clarinta kembali meneruskan
perjalanannya. Tujuannya saat ini ke
arah Jakarta Pusat, tepatnya di Kemayoran. Rumah Sakit Mitra Kemayoran. Saat
ini memang Auryn untuk yang keempat kalinya melakukan check-up untuk penyakitnya. Penyakit Chronis Myleoid Leukemia yang dideritanya semenjak menduduki bangku
kelas dua SMP. Tak ayal jika setiap kali dia selalu terlihat pucat dan seperti
tidak bersemangat. Sel darah normalnya telah dihancurkan oleh sel-sel leukemia
yang membuatnya terlihat lemah. Dan terkadang berhenti menunjukkan simpul manis
senyumnya.
♥♥♥
Pssst!
Cerpen ini sudah kusabotase. Maaf ya hehe. Kalau yang sudah baca, ya tidak apa-apa. Keberuntungan. Nah bagi yang belum dan pengin baca aja nih.Nantikan kehadirannya di toko-toko buku terdekat Anda.
"Galau: Unrequited love Jamban Blogger" by Mediakita, presented by @JambanBlogger
SUDAH TERBIT!!
Temukan ceritaku: AKU KAU DAN DIA. Isi tidak berubah!
Tersedia di toko-toko terdekat. Sejauh ini, di beberapa book store telah menjadi best seller, di beberapa Gramedia Semarang, nyaris sudah habis!
Ingin beli online? Bisa...
Lengkapnya, cek: http://atikarf.blogspot.com/2014/03/my-book-galau-unrequited-love-jamban.html
Temukan ceritaku: AKU KAU DAN DIA. Isi tidak berubah!
Tersedia di toko-toko terdekat. Sejauh ini, di beberapa book store telah menjadi best seller, di beberapa Gramedia Semarang, nyaris sudah habis!
Ingin beli online? Bisa...
Lengkapnya, cek: http://atikarf.blogspot.com/2014/03/my-book-galau-unrequited-love-jamban.html
0 comments: