Showing posts with label karya Atika Rahma F. Show all posts

Friday, May 13, 2016

0

Untuk Berhijrah, Mengapa Harus Menunggu?

Posted in , , , , ,
“Dunia ini adalah perhiasan. Sebaik-baiknya perhiasan adalah wanita sholehah.” Begitulah bunyi H.R Muslim yang selalu mendengung-dengung di telingaku. Aku sangat menyukai bunyi itu, dan sebagai seorang wanita sudah seharusnya aku bangga—sejak dulu.
            Aku pernah begitu menyesal dengan masa lalu. Mengumbar aurat yang kupikir akan tampak sempurna di mata banyak orang, namun membawaku jauh sekali dengan Sang Pencipta. Berperilaku yang tak menunjukkan bahwa aku adalah seorang wanita dan aku ini muslimah. Terutama aku seharusnya adalah sebaik-baiknya perhiasan itu.
            Dengan aku membiarkan helai demi helai rambutku terurai diterpa angin begitu serakah, sama saja aku membiarkan otakku mendidih di dalam panasnya api neraka yang tak sebanding dengan apa yang sering kukeluhkan di dunia. Pun sudah berapa langkah Ayah akan terseret menuju neraka karena kesalahanku tak menutup auratku selama itu. Aku merasa sangat menyesal.

Monday, February 15, 2016

0

Review London Love Story: Menyerah atau Bertahan untuk Cinta yang Pernah Mati?

Posted in , , , , , , , , , , ,

oleh: Atika R. Fitria [IG]

Poster London Love Story [pict from Google]

SINOPSIS FILM

"Someone somewhere is waiting for you"

Film Romantis Indonesia "London Love Story" menceritakan tentang Caramel (Michelle Ziudith) seorang gadis Indonesia yang selalu ceria dan optimistis dalam bekerja paruh waktu di kedai pizza, di sela waktunya sebagai mahasiswi di salah satu Universitas di London.

Tanpa ada yang tahu, Caramel pergi ke London untuk menghindari seseorang dari masa lalunya. Seseorang yang membuat Caramel selalu menyembunyikan luka hatinya dengan senyuman. Di kota London yang sama, adalah Dave (Dimas Anggara) ia merupakan seorang mahasiswa Indonesia yang juga berkuliah di London, Pada suatu ketika Dave berada di tempat dan waktu yang salah, Dave harus menyelamatkan seorang gadis bernama Adelle (AdillaFitri) yang mau bunuh diri dengan loncat dari jembatan. Bima (Dion Wiyoko) adalah mahasiswa Indonesia, yang selama setahun berusaha mendapatkan cinta Caramel dan sampai akhirnya Caramel tidak mengatakan iya dan tidak kepada Bima. 

Kemudian Bima berusaha mencoba introspeksi diri tentang kekurangan dia yaitu dia bukanlah cowok yang suka basa basi tetapi ia berjanji akan menyayangi Caramel kalau dia bersedia menjadi belahan jiwanya. Caramel hanya terdiam terpaku dan membuat Bima lebih bingung. Kenapa Caramel tidak menerima cinta Bima? Apa ada laki–laki lain yang membuat Caramel tidak bisa menerima cinta Bima atau Dave yang merupakan masa lalu Caramel? Dan sebaliknya justru Adelle jatuh cinta pada Dave karena dianggap laki-laki sempurna buat Adelle, tapi apakah Dave menerima cintanya Adelle? 

sumber: [http://www.gratisfilmasia.com/2016/01/sinopsis-london-love-story-2016.html] Detail 


Saturday, February 6, 2016

0

Menuju Raksasa Dunia Berbasis Ekonomi Kreatif dengan Sumber Daya Manusia Berkualitas Tinggi

Posted in , , , , , , , ,

Asean Economic Community [pict from Google]

Menurut Faisal Basri, syarat negara maju; struktur ekonomi tangguh, perekonomian berdaya saing, sumber daya manusia yang berkualitas, ketersediaan insfrastruktur, dan kemampuan pembiayaan pembangunan. Indonesia mulai mengantongi beberapa syarat, namun membutuhkan beberapa pemikiran cemerlang dalam menyusun strategi agar tak salah jalan. Terutama dalam hal pengelolaan sumberdaya manusia (SDM).

Indonesia memiliki peluang besar menjadi negara maju pada tahun 2025-2030. Cukup menarik, karena Indonesia memiliki tiga pilar utama, yaitu SDM, Industri, dan Pertanian. Sudah tersedia cukup luas sektor industri dan pertanian, masalahnya terletak pada bagaimana menjadikan SDM unggul dalam mengolah kedua pilar lain yang dapat mendongkrak Indonesia agar sejajar dengan negara maju lainnya.

Namun, berpotensi saja tidak cukup. Indonesia punya visi, terkecuali menjadi nol jika tanpa implementasi. Setidaknya, untuk revolusi menujunegara maju, penduduknya harus  hidup modern merata, perusahaan-perusahaan masuk dalam fortune 500 companies.

Pendidikan merupakan jembatan menuju terpenuhinya kualitas sumberdaya manusia itu.

Wednesday, December 23, 2015

0

Bulan Terbelah di Langit Amerika: "Ketika Keberadaan Islam Dipertanyakan"

Posted in , , , , , , , , ,
Poster Bulan Terbelah di Langit Amerika [sumber: google]


"He gave me this. He call it Alquran," ucap Sarah dalam video yang iarekam dan ia sebar melalui youtube, dengan lirih. Matanya sembab, manatap sayu kamera, sembari kedua tangannya memeluk erat Alquran yang katanya pemberian ayahnya, beberapa tahun lalu sebelum ia pergi meninggalkannya.

Sarah mengingat hari paling bahagia yang pernah ia jumpai, ternyata menjadi hari perpisahan dengan seseorang yang iacintai. Potongan kue ulang tahun, lilin yang menyala api, kebahagiaan yang hadir dari keluarga kecilnya. Ia bahagia mendapat itu semua. Ia bahagia, bahkan ia tak menyangka, semua doa yang keluar dari mulut ayahnya saat itu menjadi doa terindah yang tak pernah ia dengar lagi selanjutnya.

"After that day, their world had changed"

Tragedi 11 September 2001 di World Trade Center, Amerika Serikat yang menewaskan sedikitnya 3000 orang dan ratusan diantaranya adalah muslim telah mengambil alih perhatian dunia. Ayah Sara, Ibrahim Hussein, dituduh terlibat dalam peristiwa tersebut, sebagai seorang teroris. Azima Hussein (Rianty Cartwirght), istrinya, menyangkanya demikian, karena terakhir ia mendapatkan suaminya sedang menelepon dengan gerak-gerik aneh, dan menyinggung soal paket. Bahkan ia sempat mengatakan ini adalah jalan terbaik yang harus iatempuh. Barangkali ini juga menjadi pertemuan terakhirnya, karena ia sedang melakukan suatu pekerjaan mulia.

Saat dikabarkan Ibrahim/Abe menjadi salah satu korban dan dituduh sebagai seorang teroris, kehidupan Azima berubah. Ia yang berbangga hati menjadi seorang muslim yang menutup seluruh auratnya, kemudian mulai kehilangan kebanggan itu dengan melepasnya, dan mengganti namanya menjadi Julia Collins.

Friday, November 20, 2015

1

Air Mata Surga: Karena Pernikahan Memang bukan Sekadar Tentang Cinta

Posted in , , , , , , , , , , , , , , ,
Karena aku wanita, aku sanggup menghadapinya

Tahukah kau istriku..
Bahwa setiap hubungan suami istri yang halal itu
Adalah sedekah yang dapat mendatangkan pahala?
Tahukah kau bahwa hanya dengan merengkuh tangan istri
Maka berguguranlah dari jari jemari dosa dosa? 

Kita selalu berusaha mengatakan seberapa besar cinta kita
Sayangnya akhir-akhir ini kita kehilangan kata-kata
Namun aku yakin Tuhan pasti akan menunjukkannya
Tanpa perlu kita bersuara 

Aku ingin tidak ada jarak memisahkan kita
Seperti urat dan nadi, seperti jantung dan nafas 

Karena aku wanita,
Aku sanggup menghadapinya 

Kau pernah tanyakan padaku, seberapa besar cintaku padamu
Dan ku tak pernah menjawabnya
Karena ku yakin bahkan
Tuhan pun tahu
Sehingga kau akan melihat buktinya
Dari air mataNya

Saturday, October 10, 2015

0

Sustainabling Development melalui Konservasi Pesisir Sebagai Upaya Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Menuju Semarang Tangguh (100 Resilient City)

Posted in , , , , , , , , , ,


Kota Semarang yang merupakan Ibu Kota Jawa Tengah terletak antara garis 6°50′ – 7°10′ LS dan garis 109°35 – 110°50′ BT. Topografi Kota Semarang terletak antara 0,75 – 348,00 di atas garis pantai (Semarang).  

Secara administratif, di wilayah pesisir kota Semarang terdapat 4 (empat) kecamatan yakni Tugu, Semarang Barat, Semarang Utara dan Genuk dan 14 (empat belas) desa / kelurahan. Wilayah ini umumnya dimanfaatkan sebagai pelabuhan, daerah industri, perumahan penduduk dan sebagainya. Khusus di wilayah desa/kelurahan yang dominan sebagai pemukiman penduduk umumnya dicirikan dengan kondisi kesehatan lingkungan yang kurang memadai, terkesan kumuh dan sangat rentan terhadap bencana alam khususnya banjir rob.

Menjadi kota dengan sebutan Venice van Java yang diberikan pada zaman penjajahan Belanda, karena Semarang mempunyai kanal dan kali yang menjadi sarana transportasi dari laut menuju perkotaan. 

Faktanya, berkebalikan dengan makna yang diharapkan dari pemberian julukan tersebut, Semarang justru semakin terancam akan kehilangan daerah pesisir dan perairannya. Hal ini dikarenakan pembangunan yang kurang terstruktur, sehingga sebagian besar kontruksinya telah menutupi wajah sungai. Kali-kali yang menjadi ikon di sepanjang kota pun telah tertutupi oleh sedimen. Banjir rob karena limpasan air pasang laut tak luput menjadi salah satu faktor utama penyebab kerusakan biodiversitas pesisir dan laut Semarang. Namun yang menjadi dasar permasalahan adalah kurangnya kesadaran serta dangkalnya inovasi dan skill dari penduduknya yang mencapai dua juta itu akan pentingnya menjaga kelestarian alam pesisir dan laut agar dapat mewujudkan kesejahteraan rakyat dan pembangunan yang berkelanjutan tanpa harus mengurangi citra alami ekosistem itu sendiri.

Semarang one of 100 Resilient Cities. Sumber: google.com

Salah Satu komitmen kota Semarang untuk bisa beradaptasi dan tumbuh di antara permasalahan dan tantangan-tantangan itu adalah dengan menjadi bagian dari 100 Resilient Cities (100RC) Program, yaitu program dan jaringan kota-kota dunia yang bekerja sama untuk menyusun dan mewujudkan ketahanan kota. Semarang menjadi satu-satunya wakil dari Indonesia yang menjadi bagian dari program ini, Semarang akan berdampingan dengan 99 kota lainnya dari 5 benua seperti San Fransisco, Rio De Jeneiro, Barcelona, Medellín, Porto alegre, Bristol, Glasgow, Rotterdam, Roma, dan lain-lain.

Kesempatan emas itu membuka peluang bagi Kota Semarang untuk dapat membangun jaringan, berbagi informasi, kolaborasi serta mempraktikkan berbagai inovasi dalam penanganan persoalan yang diakibatkan perkembangan kota.

Monday, September 7, 2015

0

Backpacker Edition: Terrible Stones in a Few Light

Posted in , , , , , , , , , , ,
Lanjutan Ungaran Makes Us Frozen




Setelah terbangun kami melanjutkan perjalanan menuju puncak yang dinanti-nanti. Menit pertama jalanan masih datar, memang. Kami dapat melihat perkebunan teh yang merentang luas, diikuti suara jangkrik dan bebunyian aneh apalah. Seperti berbisik. Ternyata mereka adalah para pendaki yang sedang ngoceh malam di balik tenda-tenda yang mereka dirikan. Sungguh, sebenarnya mereka lebih beruntung merasakan kehangatan yang muncul dari lampu senter dan beberapa cahaya yang tak kuketahui.


Beberapa saat kami berhenti, karena takjub melihat puncak Ungaran yang sudah terlihat jelas oleh mata. Ya, sangat jelas itu masih setengah perjalanan lagi! Seketika senyumku buyar, diganti oleh jeritan tangis dalam hati. Ketika semua bilang semangat, mau tak mau aku harus memaksa kaki kecilku untuk bergerak walau tak enak.

Sebelum memasuki kawasan yang terjal dan dibilangnya tak ada lagi medan yang tak miring, maka kami memutuskan untuk sejenak duduk dan menikmati kemerlap lampu-lampu rumah yang terlihat dari tempat kami. Seperti emas yang memancarkan sinarnya, cahaya itu begitu memukau. Lebih memukau lagi ketika beberapa jajanan kemudian mengalir di depan mataku, ya, banyak yang mengeluarkan jajanan kala itu, dan aku tak mau tinggal diam.

Hanya beberapa menit saja kesempatanku untuk menikmati kerlap-kerlip itu. Ini saatnya kami benar-benar menjadi pendaki yang tak kenal menyerah! Wanita seperti kami ini, pendaki muslimah yang kuat!


Tuesday, August 19, 2014

0

(Heaven) will tell you, Someday

Posted in , , , , ,
Untukmu, maaf bila aku mengganggu tidurmu malam ini.



Hari ini aku mendapati seulas senyum di bibirku. Akankah kamu tahu? Kebahagiaan tiba-tiba saja menyergapku, hingga membuatku lupa detik-detik yang berlalu, kubiarkan hanya dengan menatap gambar diri di balik foto yang terpajang begitu indah pada jejaring sosialmu.

Namun bisakah kamu rasakan bagaimana bahagia yang bercampur dengan luka lama yang perlahan hadir kembali saat aku menyadari apa yang telah berlalu saat ini? Penuh penyesalan. Luka yang mengering telah tergores kembali. Menyadari saat-saat itu—saat masih bisa kulalui waktu bersamamu, hingga sampai saat ini—saat jarak menghalangi takdirku untuk membawamu kembali di sini, rasa itu masih tersimpan rapat tanpa ada yang berani menjamahnya.

Adakah wanita yang begitu mencintaimu hingga mampu memendam perasaannya begitu dalam selama bertahun-tahun selain diriku? Katakan, adakah yang lebih bodoh dari itu? Karena yang kutahu justru kamu selalu mengikatkan hatimu pada wanita pilihanmu walau pertemuanmu dengannya tak bisa kaubandingkan dengan kebersamaanmu denganku. Kamu melakukannya dengan benar. Aku tak berhak menanyakan alasannya kepadamu karena cinta tak dapat diukur dengan waktu, itu 'kan yang akan kamu katakan? Aku terlalu memaksakan perasaan yang sama hadir dari dirimu. Aku terlalu berkhayal jika membuatmu mampu berpaling dari wanita lain lalu mencintaiku tanpa ada nama lain.

Sunday, August 17, 2014

0

Indonesia di Ulang Tahunnya ke-69

Posted in , , , , , , , , ,

MENGENANG PROKLAMASI TAHUN 1945

Latar Belakang


Enam puluh sembilan tahun yang lalu, ketika sebuah pemikiran datang dari para tokoh kemerdekaan setelah suatu berita beredar menyebutkan bahwa Jepang telah menyerah kepada sekutu karena dua kota (Hiroshima dan Nagasaki) telah dijatuhi bom oleh sekutu. Jepang pernah bekerjasama dengan Indonesia, memberikan embel-embel hadiah berupa kemerdekaan yang akan dilaksanakan pada 24 Agustus 1945, dengan segala persiapan mendirikan suatu panitia persiapan kemerdekaan yang disebut Dokuritsu Junbi Inkai atau Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) sebagai ganti dari Dokuritsu Junbi Cosakai atau Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPKI), dengan alasan memperjelas tujuan dari kemerdekaan itu sendiri.
Jika bukan karena desakan golongan muda yang kala itu dipimpin oleh Sutan Syahrir, yang sudah terlebih dulu mendengar kekalahan Jepang atas Sekutu, untuk segera memproklamasikan kemerdekaan dan bukan atas hadiah dari Jepang, mungkin kemerdekaan Indonesia tidak akan terjadi pada tanggal 17 Agustus. Namun pada saat itu, Soekarno-Hatta berdalih bahwa Syahrir tidak berhak untuk mengusulkannya karena itu sudah menjadi tugas dari PPKI. Syahrir tetap ingin meyakinkan bahwa PPKI hanyalah buatan Jepang, dan Jepang saat itut telah tunduk pada Sekutu dan berjanji mengembalikan Indonesia pada Sekutu. Hal itu yang membuat Syahrir dengan berani mengusulkan bahwa Indonesia bisa merdeka dengan tangan sendiri dan berdiri di atas kaki sendiri, bukan dengan bantuan Jepang!

Saturday, August 16, 2014

0

Backpacker Edition: Ungaran Makes Us Frozen

Posted in , , , , , , , ,
Lanjutan Para Pendaki Ungaran


Satu jam kemudian, kami sampai pada suatu tempat di mana kami dapat mendengar gemericik air yang mengalir begitu merdu. Sebelumnya, aku memang udah searching mengenai aliran air terjun yang ada di Gunung Ungaran. Dan, here we are.
Di sana sudah ada gerombolan para pendaki yang lebih dulu beristirahat di sana. Mengetahui kedatangan kami, mereka pamit melanjutkan pendakian. Mungkin karena mereka juga mengira bahwa gerombolan yang datang pasti juga butuh tempat dan waktu untuk istirahat.
Suara gemericik sangat meneduhkan. Aliran airnya hanya kecil. Mengalir dari tebing yang tak terlalu atas. Lebarnya pun hanya sebatas tiga langkah kaki orang dewasa. Namun airnya itu, sejuk, jernih, andai ada ikan duyungnya.
Di sana kami hanya istirahat. Cuma dapet ngelap keringet sama minum doang. Setelah itu kami melanjutkan pendakian, bergantian dengan gerombolan pendaki lain yang baru saja dateng. Akhirnya, kami jalan. Beberapa langkah dari air terjun, jalanan masih sempit, jadi masih harus berjalan satu-satu.
Di sepanjang perjalanan kami melihat kunang-kunang yang lewat. Jujur, ini pertama kalinya aku merasa dekat dengan hewan menakjubkan itu, bukan lagi seperti dalam film Tinkerbell. Ada yang jatuh, kupandangi begitu dekat. Nyala terang, hijau warnanya. Teman di belakangku mau mengambilnya, katanya mau dipelihara. Aku resah. Padahal mereka hanya hidup hanya beberapa hari saja. Dan mereka sudah berhasil membuat malamku penuh kelap-kelip. For me, they deserve to fly over night. Give the light for everyone, so, there's no fear anymore.
"Kunang-kunang jika hanya sendiri, mungkin ia tak bisa memberi pencerahan pada banyak orang. Namun, jika ia bersama-sama, cahaya yang dihasilkan akan lebih besar dan pastinya bisa memberikan pencerahan pada lebih banyak orang." The phylosophy of firefly
lebih satu jam kemudian, kami sampai di pertigaan. Di sana, tempat sudah agak luas. Jadi, di tengah-tengah pertigaannya itu, ada tempat buat leyeh-leyeh. Cukup buat beberapa rombongan. Pak Tono menjelaskan, di sebelah timur kami terdapat sebuah kolam yang isinya air murni pegunungan. Mendengar itu, teman-teman yang botol minumannya habis langsung nih serudukan ke sana. Aku, sih, bengong aja. Capek, tubuh juga udah nempel di tanah, nggak mau gerak lagi. Minum juga masih tiga per empatnya. Masih cukup banget.

Wednesday, August 6, 2014

0

Sajak Bisu di Tepian Bengawan

Posted in , , , , , ,



Cublak-cublak suweng
Suwenge ‘ting gelenther
Mambu ketundung gudhel
Pak gempo lera-lere
Sapa ngguyu ndhelikake
Sir-sir pong dele kopong
Sir-sir pong dele kopong.[1]

“Selalu lagu itu yang kamu nyanyikan.”
            Angin berembus lembut, menyusup masuk ke dalam telinga gadis itu –membawa sepenggal kalimat yang terucap lirih dari bibir kehitaman Endy. Senja yang menyongsong di cakrawala barat, menawarkan keindahan sederhana yang tersirat melalui semburat-semburat jingganya, membuat bibir pucat gadis itu menyungging ke atas. Ia tersenyum.
            “Kamu tahu di mana tempat menyembunyikan sesuatu yang berharga seperti yang ada dalam sajak-sajak tembang itu?”
            Endy mengernyit, “Aku saja nggak tahu makna tembang itu. Memang di mana?”
            Mata indah itu menyergap Endy dengan teduh. Seteduh berlindung di bawah pohon angsana ditemani gemericik suara aliran sungai yang memercik tegas setiap derasnya menghantam bebatuan besar. Namun tak juga Endy sadari, perahu-perahu kecil yang terlebih dulu menyita perhatiannya, membuat gadis itu kemudian tertunduk sia-sia.
            “Mungkin hanya orang dewasa yang dapat menebaknya, Ndy.”

Monday, August 4, 2014

0

Backpacker Edition: Para Pendaki Ungaran

Posted in , , , , , , , , , ,

lanjutan Trip to Ungaran Mountain...



Pukul 20.00 WIB, dengan segala persiapan dan doa, kami mulai menyusuri jalanan bebatuan yang terkadang membuat tapak kaki menjadi geli. Kami mengucap salam kepada para pendaki yang belum memulai pendakiannya, atau kepada mereka yang baru saja sampai di pendapa.

Dengan berbekal senter berkipas angin yang hanya tersisa beberapa watt saja, aku berjalan di tengah-tengah. Siapa menyangka, separuh dari kami -perempuan- dengan nekat mendaki mengenakan rok yang menjuntai panjang dan terkadang nyrimpeti. Oh, iya, hampir lupa, sebelumnya kami sempat narsis dulu, dong. Berfoto dengan spanduk BBI, meskipun secara terpisah -antara ikhwan dan akhwat- ceilah.

Nggak usah di share kali, ya, fotonya.

Rutenya memang dari pendapa ke arah selatan. Beberapa langkah dari pendapa terdapat kios makanan, kira-kira ada tiga bidang yang mengarah ke barat. Kami say goodbye, halah, emang udah say hello sebelumnya?

Setelah melewati kios, kami mulai menyusuri jalanan terjal. Jalanan masih berlum dipaving, jadi hanya semacam jalan setapak, namun sudah rapi. Kiri pepohonan besar yang menjulang, dan tebing, kanan adalah jurang, and I can't show anything but this light. I can't hear anything but the sound rawring. Apa itu? Ternyata suara orang dangdutan, entah berasal dari mana.

Sunday, August 3, 2014

0

Jingga dalam Langit Senja

Posted in , , , ,
by Atika Rahma F.


Jika ada yang bertanya; siapa yang paling berbahagia hari ini, aku akan memaksa dunia agar menyudutkan namaku. Aku akan merayu angin agar hanya namaku yang terbisikkan begitu lembut dan merdu di penjuru dunia.
            Aku sangat bahagia. Hari ini adalah saat di mana hatiku telah merekah karena telah kutemui dermaga pada bahtera hidup yang telah lama kunanti hadirnya. Kuyakin dengan gaun ini, kelak kutemui sebuah cahaya menuju kehidupan baru yang akan kuarungi berdua dengan yang terkasih. Langit. Bagai naungan luas yang memberi atap kehidupan, Langit pun begitu—memberiku hidup yang begitu berarti. Orang-orang menyebutnya pria misterius lantaran acap kali mengunci mulut bila mereka bertanya tentang pertunangan kami. Ah, aku tak mampu menerjemah apa maksud orang-orang, aku hanya bisa mengartikan selaksa rasa ini adalah kebahagiaan yang selangkah lagi berhasil kujamah.
            Aku tersenyum, menatap postur menjulang di balik kaca rias itu. Wanita yang dahulu tak mengerti arah arus hidupnya bermuara, kini segalanya terarah karena kehadiran Langit. Lihatlah, aku begitu cantik dengan gaun ini, gumamku dalam hati. Namun, seketika ada yang membuatku berhenti menggurat senyum simpul, ketika mataku berhasil menjalari satu hal yang tiba-tiba membuatku mengerjapkan mata. Sesuatu yang menjadikan bibirku semakin merah. Kuyakin ini bukan lisptik, kuyakin bukan. Aku tidak pernah memakai lisptik berlebihan seperti saat ini, karena Langit tak akan menyukainya. Perlahan pula kurasakan dunia seolah berputar begitu cepat. Tak terkendali. Tuhan, kumohon jangan sekarang...
Y

Saturday, August 2, 2014

0

JEDA [The Last]

Posted in , , ,
“Hei! Kau apakan aku!” aku tersentak. Tiba-tiba saja kurasakan timpukan hangat mendarat di pipiku. Dengan segera Lannie beringsut menuruni punggungku, dan berjalan mendahuluiku.
            “Kita diusir. Sudah kubilang, idemu semalam tidak akan berjalan baik. Satpam Citra Land itu mengusir kita! Coba saja kita menginap di rumah ibumu malam itu!”
            “Diam kamu!” Lannie memutar tubuhnya dan menatapku tajam. Aku salah lagi dalam berucap. Namun jika tak juga ia mendengarku, ia takkan membuatku malu ditonton beberapa manusia yang berlalu-lalang keluar masuk Citra Land dengan segala busananya yang ciamik, sedang kami hanya menumpang tidur dengan pakaian lusuh dan bau super tidak sedap.
            “Jika tidak ingin mengikutiku lagi, sebaiknya kamu pergi saja. Pulang ke kampung asalmu, Surabaya!”
Kali ini kurasakan amarahnya yang telah sampai pada puncaknya. Lannie bergerak begitu cepat meninggalkanku. Aku tak akan melepas jejaknya. Tak akan pernah. “Lannie!” Tubuh Lannie berlalu begitu cepat, hingga tak kusadar, kami telah berada dalam kendaraan berwarna oranye berplat H ini. Aku beringsut mendekatinya, “Lannie, kau akan ke mana?”
Mobil melesat begitu perlahan. Menyusuri sepanjang jalanan aspal yang ramai dengan kendaraan yang terkadang ugal-ugalan. Sesekali kondektur itu meneriakkan nama-nama setiap tikungan jalan, sembari dengan gembiranya mengipas-ngipas lembaran uang pada wajahnya yang basah.
0

JEDA [Part 3]

Posted in , , ,
Mataku terus terpaku memerhatikannya yang begitu menikmati hidangannya di tempat ini. Langit telah berlumurkan tinta hitam. Kelam. Namun tempat ini tak juga sepi, justru seperti sedang merayakan suatu perayaan besar.
            Hampir beberapa kali mataku menangkap siluet klenteng di setiap rumah-rumah. Eksotika budaya Tionghoa begitu kental terasa. Bebauannya juga kurasa sama ketika aku menikmati studi tour di China Town ketika menghabiskan masa strata-satuku di Universitas Airlangga. Lannie menyebutnya, ah, kucoba mengingat-ingat. Iya, Pecinan.
            “Mengapa tidak dimakan? Tidak suka Babat Gongso?” celetuk Lannie memudarkan lamunanku. Aku menatap matanya yang telah memicing ke arahku.
Aku tersenyum. Kemudian, kusisihkan sendok yang telah tersedia di atas piring tersebut. Kuganti dengan pemberian Shakina, baru aku bisa memulai memakannya.
Lannie menggerutu, “Lelaki aneh.” Hingga kemudian ia melanjutkan memakannya dengan lahap. Di atas meja kayu ini, masih ada beberapa piring makanan yang belum tersentuh. Wedang ronde masih menguarkan kepul hangat dan harumnya, Lunpia masih begitu hangat karena sehabis ditiris dari dalam wajan panas, juga yang membuatku lantas heran seheran-herannya, masih ada semangkuk es congkling! Entah, akupun tak tahu mengapa ini dinamakan es congkling—padahal menurutku ini es kolang-kaling—yang kuherankan mengapa juga wanita itu memesannya padahal sudah ada ronde di sampingnya. Buang-buang duit saja!
Malam ini aku tak akan melanjutkan perjalananku, karena haripun telah larut malam. pikiranku membuyar, tak tahu harus ke mana melangkahkan kaki. Kutatap Lannie yang masih saja menikmati pemandangan sekitar. Ya, di sekitar Pasar Semawis yang sedang ramai oleh khalayak karena ada acara menjelang pergantian tahun.
0

JEDA [Part 2]

Posted in , , ,
Ia menyeka air matanya dengan jemarinya sendiri. Tak memungkinkan bila saja jemariku begitu beringas menghapus butir-butir bening itu, karena ia bukan Shakina. Juga bukan wanita yang kukenal.
            “Hei! Kau tidak mengenalku, jadi kau tidak berhak bertanya hal itu padaku!”
            Aku terlonjak. Lagi dan lagi. Wanita itu begitu penuh misteri. Lalu kualihkan pandanganku ke luar kaca di sampingku. Ada yang lebih indah daripada sekadar menuruti amarah sesaatnya yang tak juga mencapai titik akhir. Nusantaraku. Indonesia yang penuh dengan kekayaan alam, juga—cinta.
            Kulihat dari ekor mataku, jemari lentik itu mengarah kepadaku. Mungkin saja ia ingin meminta maaf atau justru, “Lannie.”
            Kupandangi jemari itu dengan hampa. Apa yang bisa kulakukan? Amarahku belum juga sirna mendapati sentakannya yang masih membekas di ulu hati. Hal ini membuatnya lantas menurunkan kembali tangannya dan tersenyum kecut. Kemudian kami saling membuang muka. Bermain dengan seringainya masing-masing.
            Hampir tiga puluh menit kami saling mengunci mulut. Kuperhatikan tubuhnya tak juga menimbulkan gerak sekalipun. Hingga kuberanikan diri mengintipnya dari sudut ekor mataku. Ah, ternyata wanita galak itu sedang tertidur. Pulas. Rambutnya yang panjang menutupi kedua matanya yang masih menyisa sembab di lingkar bola matanya.
            Di pelukannya kudapati sebingkai figura yang usang. Aku bertanya-tanya, apa yang ada di balik bingkai tersebut? Dengan jahil, jemariku perlahan-lahan akan menjamahnya. Mencoba mengerti apa isi di baliknya. Mungkin saja jawaban atas pertanyaanku yang masih sangat ambigu. Atau entah, aku harus tahu. Namun, tiba-tiba saja...

Tuesday, July 29, 2014

2

Let the Apples Show You

Posted in , , , , , , , , , , , ,
Kompetisi menulis #JCDD2



Let the Apples Show You

By Atika Rahma F.



Terkadang, buah apel tak selalu melambangkan kecantikan seperti paras dewi-dewi dalam mitos yang sering kutemui. Aku yakin, kini apel-apel itu sedang gundah karena menunggu seseorang untuk memetiknya. Meraba-raba jawaban, akankah penantiannya berujung baik atau harapannya akan luruh dan hatinya menangis sedih karena tak ada yang peduli.
            Aku tersenyum penuh keraguan. Semilir angin menyentuh bahuku lembut. Menerbangkan bendera plastik yang tersemat indah di sepanjang rangka becak milik seorang paruh baya. Menghadirkan gemerisik yang merdu, menggelitik telingaku.
“Kembang Jepun, ya, Pak?”
Paruh baya itu sedikit membungkuk ketika aku menoleh padanya, sehingga ia dapat dengan jelas memandangi raut wajah yang berusaha mengajaknya bicara. Ia tersenyum, menunjukkan barisan giginya yang tak lagi utuh. Dan menjawab dengan lantang, penuh semangat berapi-api, tak tanggung-tanggung kelima jarinya ia letakkan tegak sejajar kening, “Siap, Mbak'e!”
Sudut bibirku terangkat lagi. Dari dalam becak, kupandangi hiruk-pikuk manusia dengan guratan bahagia yang terlukis dari garis wajah masing-masing. Beberapa motif kapal pada batik yang bersembunyi di balik juntaian lembut kebaya putih tulang pada wanita itu, mengingatkanku pada seseorang yang pernah bercerita tentang peperangan Raden Wijaya melawan tentara Tar-Tar di sungai Kali Mas yang bermuara di Ujung Galuh, yang merupakan cikal bakal berdirinya kota ini.
            Sosok itu, membuatku kembali menyelami lautan pedih yang bisa saja menghanyutkan, tanpa pernah ada alasan untuk memperbaiki segala yang terlanjur porak-poranda. Aku menunduk. Berusaha agar tak terbuai dalam kenangan pahit itu. Mencoba untuk kembali menyadari, bahwa aku tak memiliki peran apapun saat ini di sini.
Dengan halus, jemariku meraba isi dalam tasku. Kemudian mengangkatnya dengan penuh hati-hati. Lihatlah benda ini, kecantikannya bahkan nyaris tak terlihat. Tak meyakinkanku bahwa ini adalah simbol kecantikan para dewi. Setiap sisinya telah berkerut. Kubiarkan ia termakan oleh sang waktu. Namun bukankah kenyataannya demikian? Kecantikan akan pudar seiring berjalannya waktu. Seperti kisahku, yang mungkin akan lenyap ditelan zaman. Namun bagaimana jika yang perlahan hilang justru semakin tak ingin untuk kutinggalkan?
            Jemariku memutar permukaan apel yang tak bertekstur itu hingga seluruh sisinya tertangkap jelas oleh mata. Seketika aku terhenti pada satu titik. Senyumku mengembang lagi. Inilah yang membuatku bertahan untuk tak membenci pertemuan kami.

Friday, July 25, 2014

0

Mata di Balik Setumpuk Nugget

Posted in , , ,

Untuk pria yang kutemui 37 menit yang lalu,


Saat itu aku sedang memilah-milah nugget yang berjajar begitu mengagumkan di dalam freezer bersama ibuku dalam suatu super market yang tak jauh dari rumahku. Aku dan ibuku masih mencocokkan antara harga dan kualitas, namun aku sudah menemukan mana yang pas.

            Dalam ruang kecil di depan freezer khusus nugget itu, hanya ada aku, ibuku, dan sesosok wanita berjilbab lain. Kuyakin ia memiliki tujuan yang sama seperti kami. Namun, ketika mataku tak sengaja bergeser pada tempat lain, aku menemukan sosok lain berdiri tepat di belakangku membawa sekeranjang belanjaan. Aku tak berani melihat matanya, karena pandanganku hanya menembus sampai dadanya. Iya, ia begitu tinggi.

            Ah, mungkin saja ia suami dari ibu itu. Atau anak? Ah mengapa hal itu mendadak menjadi hal penting yang menggerayangi pikiranku?

            Aku segera beranjak meninggalkan tempat itu. Dengan berbekal keranjang berisikan satu bungkus nugget chicken crispy, kami menuju ke lain bilik. Namun malang, rasa penasaranku membludak hingga mau tidak mau aku harus melihat bagaimana sosok yang kemudian berdiri menyebelahi paruh baya itu.

            Dan terjawab sudah pertanyaan itu. Aku harus malu kepada diriku sendiri karena pada akhirnya aku tak bisa mengenyahkan pandangan dari pria itu. Pria manis berjaket cokelat sedang mengantarkan ibunya berbelanja. Dalam sekejap matanya menjalari setiap inci ruangan, menamatkan pandangan ke arah anak-anak kecil yang saling berlarian. Dan ia tertawa. Begitu manisnya.
            Sungguh, kau sangat tampan.

Thursday, July 24, 2014

0

Backpacker Edition: Trip to Ungaran Mountain

Posted in , , , , , , ,

Hokya!


Baru bisa nulis ini. Saking padatnya kegiatanku di kampus, waktu luangku tersita begitu banyak. Sedikit-sedikit pasti tugas, kalau nggak ya rapat. Sepulang kuliah, untuk mandi saja mesti harus pikir-pikir, habisnya, sampai di rumah selalu melebihi isya!
            Kalau kata Dika, “Inilah mahasiswa.”
            Hm, kali ini aku ingin ceritain pengalamanku tanggal 26-27 Mei 2014 lalu. Untuk mengikuti acara ini tentu harus melewati rintangan dulu. Pertama, aku harus mati-matian meminta izin dari Direktur dan Wakil Direktur UKM-ku karena nggak bisa ikuti kegiatan penting di UKM tersebut. Kedua, aku harus meraung-raung memaksa Ayah yang awalnya nggak setuju banget aku ikut acara itu.
            Namun akhirnya, ya...


            Aku bisa!

0

The Damn First Love [The End]

Posted in , , , ,
September 2012
“Inikah janji yang kaumaksud, Gilang? Inikah sebutir cinta yang akan selalu kauberi hanya untukku? Inikah seikat ikrar yang terlontar dari racau mulutmu saat dengan bodohnya kuberi kesempatan itu untukmu? Apa ini yang namanya cinta?” Aku menuliskannya dengan air mata. Ponselku perlahan basah karenanya. Mengapa Gilang—orang yang kupercaya segenap cintanya—kini tak lebih dari seorang dajjal dengan kepalsuan besarnya.
“Carilah penggantiku, Ries. Relakan semua.”
“Bagaimana aku bisa mencari penggantimu bila saat itu kaubilang hanya kaulah yang bisa mengisi satu-satu tempat di sekat hatiku yang kosong? Bagaimana aku bisa mencari sosok lain bila cintaku saja sudah habis terbawa lari olehmu? Bagaimana aku bisa merelakan semua bila kautelah mengubah hidupku menjadi beku tanpamu, Gilang?”
Kepergiannya adalah hal yang akan kutunggu. Namun itu dulu. Di bawah atap yang menjadi tempat kita melepas rindu, kaumemelukku. Kala itu, kaubisikkan kata cinta. Kauucap kata termanis yang selalu ingin kudengar darimu.