Monday, August 4, 2014

0

Backpacker Edition: Para Pendaki Ungaran

Posted in , , , , , , , , , ,

lanjutan Trip to Ungaran Mountain...



Pukul 20.00 WIB, dengan segala persiapan dan doa, kami mulai menyusuri jalanan bebatuan yang terkadang membuat tapak kaki menjadi geli. Kami mengucap salam kepada para pendaki yang belum memulai pendakiannya, atau kepada mereka yang baru saja sampai di pendapa.

Dengan berbekal senter berkipas angin yang hanya tersisa beberapa watt saja, aku berjalan di tengah-tengah. Siapa menyangka, separuh dari kami -perempuan- dengan nekat mendaki mengenakan rok yang menjuntai panjang dan terkadang nyrimpeti. Oh, iya, hampir lupa, sebelumnya kami sempat narsis dulu, dong. Berfoto dengan spanduk BBI, meskipun secara terpisah -antara ikhwan dan akhwat- ceilah.

Nggak usah di share kali, ya, fotonya.

Rutenya memang dari pendapa ke arah selatan. Beberapa langkah dari pendapa terdapat kios makanan, kira-kira ada tiga bidang yang mengarah ke barat. Kami say goodbye, halah, emang udah say hello sebelumnya?

Setelah melewati kios, kami mulai menyusuri jalanan terjal. Jalanan masih berlum dipaving, jadi hanya semacam jalan setapak, namun sudah rapi. Kiri pepohonan besar yang menjulang, dan tebing, kanan adalah jurang, and I can't show anything but this light. I can't hear anything but the sound rawring. Apa itu? Ternyata suara orang dangdutan, entah berasal dari mana.

Sorry, bentar, aku keburu-buru...


Yuk lanjut lagi.

Kemarin itu mendadak ada urgent meeting gitu. :|

Jadi, untuk melewati jalan setapak itu hanya butuh menghilangkan jarak dengan rombongan lain. Jangan sampai kalian terpencar karena itu tidak saya rekomendasikan. Saya tidak bertanggung jawab.
Jangan lupa untuk selalu berdoa karena tanpa pertolongan-Nya, kalian tidak akan sampai di atas.
Jalan setapak yang dilalui, jika masih sekitar setengah kilo, jalanan masih agak lebar, bisa dilewati kurang lebih tiga anak maksimal. Tetapi, setelahnya, kita harus belajar mandiri, karena kita akan mandi, eh, akan mendaki satu per satu, karena jalannya tidak muat, brada!

FYI: Yang kurus kayak gini aja udah ketar-ketir. #IfYouKnowWhatIMean

Yang harus diperhatikan ketika mendaki malam-malam:

  • Tidak boleh banyak omong apalagi gosip.
  • Tidak boleh tertawa kencang.
  • Tidak boleh melamun. Pikiran jangan kosong.
  • Jangan ngemil sambil jalan apalagi sempet-sempet selfie. NOT RECOMMENDED! 
  • Jangan berharap pacar kirim bbm atau mention atau ya...sms deh, buat tanyain udah sampai mana, NO SIGNAL!
  • Ingat! Senter harus selalu dibawa!
  • Tidak boleh neko-neko aja deh, manut sama pemandu.
  • Tidak boleh GALAU. Tau deh, kalau udah galau kronis bawaannya pengin cebur jurang. Tuh, tinggal selangkah udah dapet bendera kuning!

Jika kalian pernah membaca buku "Penunggu Puncak Ancala", di sana ada pantangan; siapapun yang melihat keanehan, jangan cerita apa-apa. Berhubung aku udah nggak di gunungnya, nih, aku ceritain; sepanjang aku berjalan melewati jalan yang hanya bisa dilalui sendirian, selama itu aku mendengar suara gemerisik dari arah pepohonan besar dan semak-semak brutal di lereng terjal sebelah kiri. Angin menambahnya semakin kencang, diiringi suara desaunya yang mengerikan. Menyusup masuk ke dalam telinga, seolah-olah memberi pesan. Entah apa. Tak lama kemudian, suara gemuruh seperti air mendidih, terjadi pada satu titik. Begitu keras. Begitu dekat. Mencekam. Seolah dia akan datang dan menyergapmu. Dan...

Ternyata itu pompa air.
He-he.

Di sepanjang perjalanan kami saling mengingatkan jika ada bebatuan besar atau rintangan lain. Nah, ini yang dibutuhkan memang, harus saling membantu dan merangkul. Hayah.
Memang, di sepanjang jalan kami bertemu dengan pendaki lainnya. Dan tatakramanya adalah dengan memberi salam, aku beritahu rahasia: pendaki itu ramah-ramah, kok. Suer.

Nggak percaya?


Ini buktinya!


Please, dong, ada yang noleh kameramen kek...


Lanjutan... [3]

0 comments: