Wednesday, August 20, 2014

0

Review: 8..9..10.. Udah Belom?! by Laurentia Dermawan

Posted in , , , , ,


8... 9... 10... Udah Belom?!

by Laurentia Dermawan

5273610Sewaktu masih kanak-kanak, Nesya dan Vino adalah teman sepermainan. Saat mereka bermain petak umpet dan Nesya bersembunyi, Vino malah pulang dan tidak muncul-muncul lagi. Sendirian dan ketakutan, Nesya terus bersembunyi, hingga akhirnya ditemukan oleh Mike. 

Sepuluh tahun kemudian, Vino dan Nesya bertemu kembali. Vino tetap ingat pada Nesya, tapi Nesya tidak mengenali Vino. Ya, dua bulan sebelumnya Nesya mengalami kecelakaan bersama Mike, kekasihnya. Mike meninggal dunia, dan Nesya amnesia.

Vino jatuh cinta pada Nesya dan ingin membantu Nesya mengingat masa lalunya. Tapi setelah Vino tahu bahwa Nesya pacar almarhum Mike, sahabatnya sendiri, Vino malah ingin menutupinya. Vino ingin Nesya hanya mencintainya, tanpa mengingat kenangan akan Mike.

Dulu, saat Vino meninggalkan Nesya, Mike-lah yang menemukannya. Dan kini, saat Mike meninggalkan Nesya, akankan Vino yang mengisi hari-hari Nesya?


Paperback, 208 pages
Published July 2008 by Gramedia Pustaka Utama
original title     8... 9... 10... Udah Belom?!
ISBN13         9789792239072
edition language       Indonesian
setting                      Indonesia 

0 comments:

Tuesday, August 19, 2014

0

(Heaven) will tell you, Someday

Posted in , , , , ,
Untukmu, maaf bila aku mengganggu tidurmu malam ini.



Hari ini aku mendapati seulas senyum di bibirku. Akankah kamu tahu? Kebahagiaan tiba-tiba saja menyergapku, hingga membuatku lupa detik-detik yang berlalu, kubiarkan hanya dengan menatap gambar diri di balik foto yang terpajang begitu indah pada jejaring sosialmu.

Namun bisakah kamu rasakan bagaimana bahagia yang bercampur dengan luka lama yang perlahan hadir kembali saat aku menyadari apa yang telah berlalu saat ini? Penuh penyesalan. Luka yang mengering telah tergores kembali. Menyadari saat-saat itu—saat masih bisa kulalui waktu bersamamu, hingga sampai saat ini—saat jarak menghalangi takdirku untuk membawamu kembali di sini, rasa itu masih tersimpan rapat tanpa ada yang berani menjamahnya.

Adakah wanita yang begitu mencintaimu hingga mampu memendam perasaannya begitu dalam selama bertahun-tahun selain diriku? Katakan, adakah yang lebih bodoh dari itu? Karena yang kutahu justru kamu selalu mengikatkan hatimu pada wanita pilihanmu walau pertemuanmu dengannya tak bisa kaubandingkan dengan kebersamaanmu denganku. Kamu melakukannya dengan benar. Aku tak berhak menanyakan alasannya kepadamu karena cinta tak dapat diukur dengan waktu, itu 'kan yang akan kamu katakan? Aku terlalu memaksakan perasaan yang sama hadir dari dirimu. Aku terlalu berkhayal jika membuatmu mampu berpaling dari wanita lain lalu mencintaiku tanpa ada nama lain.

0 comments:

Sunday, August 17, 2014

0

Indonesia di Ulang Tahunnya ke-69

Posted in , , , , , , , , ,

MENGENANG PROKLAMASI TAHUN 1945

Latar Belakang


Enam puluh sembilan tahun yang lalu, ketika sebuah pemikiran datang dari para tokoh kemerdekaan setelah suatu berita beredar menyebutkan bahwa Jepang telah menyerah kepada sekutu karena dua kota (Hiroshima dan Nagasaki) telah dijatuhi bom oleh sekutu. Jepang pernah bekerjasama dengan Indonesia, memberikan embel-embel hadiah berupa kemerdekaan yang akan dilaksanakan pada 24 Agustus 1945, dengan segala persiapan mendirikan suatu panitia persiapan kemerdekaan yang disebut Dokuritsu Junbi Inkai atau Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) sebagai ganti dari Dokuritsu Junbi Cosakai atau Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPKI), dengan alasan memperjelas tujuan dari kemerdekaan itu sendiri.
Jika bukan karena desakan golongan muda yang kala itu dipimpin oleh Sutan Syahrir, yang sudah terlebih dulu mendengar kekalahan Jepang atas Sekutu, untuk segera memproklamasikan kemerdekaan dan bukan atas hadiah dari Jepang, mungkin kemerdekaan Indonesia tidak akan terjadi pada tanggal 17 Agustus. Namun pada saat itu, Soekarno-Hatta berdalih bahwa Syahrir tidak berhak untuk mengusulkannya karena itu sudah menjadi tugas dari PPKI. Syahrir tetap ingin meyakinkan bahwa PPKI hanyalah buatan Jepang, dan Jepang saat itut telah tunduk pada Sekutu dan berjanji mengembalikan Indonesia pada Sekutu. Hal itu yang membuat Syahrir dengan berani mengusulkan bahwa Indonesia bisa merdeka dengan tangan sendiri dan berdiri di atas kaki sendiri, bukan dengan bantuan Jepang!

0 comments:

Saturday, August 16, 2014

0

Backpacker Edition: Ungaran Makes Us Frozen

Posted in , , , , , , , ,
Lanjutan Para Pendaki Ungaran


Satu jam kemudian, kami sampai pada suatu tempat di mana kami dapat mendengar gemericik air yang mengalir begitu merdu. Sebelumnya, aku memang udah searching mengenai aliran air terjun yang ada di Gunung Ungaran. Dan, here we are.
Di sana sudah ada gerombolan para pendaki yang lebih dulu beristirahat di sana. Mengetahui kedatangan kami, mereka pamit melanjutkan pendakian. Mungkin karena mereka juga mengira bahwa gerombolan yang datang pasti juga butuh tempat dan waktu untuk istirahat.
Suara gemericik sangat meneduhkan. Aliran airnya hanya kecil. Mengalir dari tebing yang tak terlalu atas. Lebarnya pun hanya sebatas tiga langkah kaki orang dewasa. Namun airnya itu, sejuk, jernih, andai ada ikan duyungnya.
Di sana kami hanya istirahat. Cuma dapet ngelap keringet sama minum doang. Setelah itu kami melanjutkan pendakian, bergantian dengan gerombolan pendaki lain yang baru saja dateng. Akhirnya, kami jalan. Beberapa langkah dari air terjun, jalanan masih sempit, jadi masih harus berjalan satu-satu.
Di sepanjang perjalanan kami melihat kunang-kunang yang lewat. Jujur, ini pertama kalinya aku merasa dekat dengan hewan menakjubkan itu, bukan lagi seperti dalam film Tinkerbell. Ada yang jatuh, kupandangi begitu dekat. Nyala terang, hijau warnanya. Teman di belakangku mau mengambilnya, katanya mau dipelihara. Aku resah. Padahal mereka hanya hidup hanya beberapa hari saja. Dan mereka sudah berhasil membuat malamku penuh kelap-kelip. For me, they deserve to fly over night. Give the light for everyone, so, there's no fear anymore.
"Kunang-kunang jika hanya sendiri, mungkin ia tak bisa memberi pencerahan pada banyak orang. Namun, jika ia bersama-sama, cahaya yang dihasilkan akan lebih besar dan pastinya bisa memberikan pencerahan pada lebih banyak orang." The phylosophy of firefly
lebih satu jam kemudian, kami sampai di pertigaan. Di sana, tempat sudah agak luas. Jadi, di tengah-tengah pertigaannya itu, ada tempat buat leyeh-leyeh. Cukup buat beberapa rombongan. Pak Tono menjelaskan, di sebelah timur kami terdapat sebuah kolam yang isinya air murni pegunungan. Mendengar itu, teman-teman yang botol minumannya habis langsung nih serudukan ke sana. Aku, sih, bengong aja. Capek, tubuh juga udah nempel di tanah, nggak mau gerak lagi. Minum juga masih tiga per empatnya. Masih cukup banget.

0 comments:

Friday, August 15, 2014

5

Review: Baby Proposal by Dahlian & Gielda Lafita

Posted in , , , ,

Baby Proposal

Seandainya ini mimpi buruk,
Karina ingin cepat-cepat bangun
dan tak ingin mengingatnya lagi....

Tapi kenyataan memilih berlaku kejam kepadanya. Dua garis di testpack yang kini berada di tangannya adalah jawaban tegas: Karina hamil. Dan satu-satunya yang terpikirkan adalah mencari bapak anak ini dan meminta pertanggungjawaban.

Karina tidak berharap dinikahi Daniel. Dia ingin laki-laki itu mengurusinya selama masa kehamilan. Dengan senang hati, dia menyerahkan bayi itu ke tangan Daniel-sesederhana itu.

Namun, berada bersama Daniel membuatnya melihat laki-laki itu dari sisi lain. Sisi lembut dan penuh perlindungan. Sisi yang membuat dadanya berdesir. Perasaan yang mengenalkan Karina pada... cinta. Mungkinkah ini pertanda mimpi buruknya kelak akan berakhir bahagia


Paperback, 332 pages

Published November 2009 by GagasMedia (first published 2009)

ISBN
9797803740 (ISBN13: 9789797803742)

5 comments:

0

Review: Andai Kau Tahu by Dahlian

Posted in , , , , , ,

Andai Kau Tahu

Pengakuannya membuatku merona. Dalam sesaat aku terpaku memandangnya... seolah ia hanya imaji belaka. Bahwa semua ini hanya mimpi di suatu malam.

Seolah tak mengerti kejengahanku, kejujuran demi kejujuran meluncur keluar dari bibirnya. Tentang pujian tulusnya akan maknaku di hidupnya. Tentang harapannya akan diriku yang hadir di hidupnya selamanya.

Aku belum cukup mengenalnya. Aku tak pernah memikirkannya. Jadi, bagaimana caraku mengatakan yang sebenarnya, bahwa perasaanku dan perasaannya tidak berada di garis yang sama?


 
Paperback, 366 pages
Published 2013 by GagasMedia
original title
Andai Kau Tahu
ISBN
9797806138 (ISBN13: 9789797806132)
edition language
Indonesian
other editions
None found



 

0 comments:

Wednesday, August 6, 2014

0

Sajak Bisu di Tepian Bengawan

Posted in , , , , , ,



Cublak-cublak suweng
Suwenge ‘ting gelenther
Mambu ketundung gudhel
Pak gempo lera-lere
Sapa ngguyu ndhelikake
Sir-sir pong dele kopong
Sir-sir pong dele kopong.[1]

“Selalu lagu itu yang kamu nyanyikan.”
            Angin berembus lembut, menyusup masuk ke dalam telinga gadis itu –membawa sepenggal kalimat yang terucap lirih dari bibir kehitaman Endy. Senja yang menyongsong di cakrawala barat, menawarkan keindahan sederhana yang tersirat melalui semburat-semburat jingganya, membuat bibir pucat gadis itu menyungging ke atas. Ia tersenyum.
            “Kamu tahu di mana tempat menyembunyikan sesuatu yang berharga seperti yang ada dalam sajak-sajak tembang itu?”
            Endy mengernyit, “Aku saja nggak tahu makna tembang itu. Memang di mana?”
            Mata indah itu menyergap Endy dengan teduh. Seteduh berlindung di bawah pohon angsana ditemani gemericik suara aliran sungai yang memercik tegas setiap derasnya menghantam bebatuan besar. Namun tak juga Endy sadari, perahu-perahu kecil yang terlebih dulu menyita perhatiannya, membuat gadis itu kemudian tertunduk sia-sia.
            “Mungkin hanya orang dewasa yang dapat menebaknya, Ndy.”

0 comments:

Monday, August 4, 2014

0

Backpacker Edition: Para Pendaki Ungaran

Posted in , , , , , , , , , ,

lanjutan Trip to Ungaran Mountain...



Pukul 20.00 WIB, dengan segala persiapan dan doa, kami mulai menyusuri jalanan bebatuan yang terkadang membuat tapak kaki menjadi geli. Kami mengucap salam kepada para pendaki yang belum memulai pendakiannya, atau kepada mereka yang baru saja sampai di pendapa.

Dengan berbekal senter berkipas angin yang hanya tersisa beberapa watt saja, aku berjalan di tengah-tengah. Siapa menyangka, separuh dari kami -perempuan- dengan nekat mendaki mengenakan rok yang menjuntai panjang dan terkadang nyrimpeti. Oh, iya, hampir lupa, sebelumnya kami sempat narsis dulu, dong. Berfoto dengan spanduk BBI, meskipun secara terpisah -antara ikhwan dan akhwat- ceilah.

Nggak usah di share kali, ya, fotonya.

Rutenya memang dari pendapa ke arah selatan. Beberapa langkah dari pendapa terdapat kios makanan, kira-kira ada tiga bidang yang mengarah ke barat. Kami say goodbye, halah, emang udah say hello sebelumnya?

Setelah melewati kios, kami mulai menyusuri jalanan terjal. Jalanan masih berlum dipaving, jadi hanya semacam jalan setapak, namun sudah rapi. Kiri pepohonan besar yang menjulang, dan tebing, kanan adalah jurang, and I can't show anything but this light. I can't hear anything but the sound rawring. Apa itu? Ternyata suara orang dangdutan, entah berasal dari mana.

0 comments:

Sunday, August 3, 2014

0

Jingga dalam Langit Senja

Posted in , , , ,
by Atika Rahma F.


Jika ada yang bertanya; siapa yang paling berbahagia hari ini, aku akan memaksa dunia agar menyudutkan namaku. Aku akan merayu angin agar hanya namaku yang terbisikkan begitu lembut dan merdu di penjuru dunia.
            Aku sangat bahagia. Hari ini adalah saat di mana hatiku telah merekah karena telah kutemui dermaga pada bahtera hidup yang telah lama kunanti hadirnya. Kuyakin dengan gaun ini, kelak kutemui sebuah cahaya menuju kehidupan baru yang akan kuarungi berdua dengan yang terkasih. Langit. Bagai naungan luas yang memberi atap kehidupan, Langit pun begitu—memberiku hidup yang begitu berarti. Orang-orang menyebutnya pria misterius lantaran acap kali mengunci mulut bila mereka bertanya tentang pertunangan kami. Ah, aku tak mampu menerjemah apa maksud orang-orang, aku hanya bisa mengartikan selaksa rasa ini adalah kebahagiaan yang selangkah lagi berhasil kujamah.
            Aku tersenyum, menatap postur menjulang di balik kaca rias itu. Wanita yang dahulu tak mengerti arah arus hidupnya bermuara, kini segalanya terarah karena kehadiran Langit. Lihatlah, aku begitu cantik dengan gaun ini, gumamku dalam hati. Namun, seketika ada yang membuatku berhenti menggurat senyum simpul, ketika mataku berhasil menjalari satu hal yang tiba-tiba membuatku mengerjapkan mata. Sesuatu yang menjadikan bibirku semakin merah. Kuyakin ini bukan lisptik, kuyakin bukan. Aku tidak pernah memakai lisptik berlebihan seperti saat ini, karena Langit tak akan menyukainya. Perlahan pula kurasakan dunia seolah berputar begitu cepat. Tak terkendali. Tuhan, kumohon jangan sekarang...
Y

0 comments:

Saturday, August 2, 2014

0

JEDA [The Last]

Posted in , , ,
“Hei! Kau apakan aku!” aku tersentak. Tiba-tiba saja kurasakan timpukan hangat mendarat di pipiku. Dengan segera Lannie beringsut menuruni punggungku, dan berjalan mendahuluiku.
            “Kita diusir. Sudah kubilang, idemu semalam tidak akan berjalan baik. Satpam Citra Land itu mengusir kita! Coba saja kita menginap di rumah ibumu malam itu!”
            “Diam kamu!” Lannie memutar tubuhnya dan menatapku tajam. Aku salah lagi dalam berucap. Namun jika tak juga ia mendengarku, ia takkan membuatku malu ditonton beberapa manusia yang berlalu-lalang keluar masuk Citra Land dengan segala busananya yang ciamik, sedang kami hanya menumpang tidur dengan pakaian lusuh dan bau super tidak sedap.
            “Jika tidak ingin mengikutiku lagi, sebaiknya kamu pergi saja. Pulang ke kampung asalmu, Surabaya!”
Kali ini kurasakan amarahnya yang telah sampai pada puncaknya. Lannie bergerak begitu cepat meninggalkanku. Aku tak akan melepas jejaknya. Tak akan pernah. “Lannie!” Tubuh Lannie berlalu begitu cepat, hingga tak kusadar, kami telah berada dalam kendaraan berwarna oranye berplat H ini. Aku beringsut mendekatinya, “Lannie, kau akan ke mana?”
Mobil melesat begitu perlahan. Menyusuri sepanjang jalanan aspal yang ramai dengan kendaraan yang terkadang ugal-ugalan. Sesekali kondektur itu meneriakkan nama-nama setiap tikungan jalan, sembari dengan gembiranya mengipas-ngipas lembaran uang pada wajahnya yang basah.

0 comments:

0

JEDA [Part 3]

Posted in , , ,
Mataku terus terpaku memerhatikannya yang begitu menikmati hidangannya di tempat ini. Langit telah berlumurkan tinta hitam. Kelam. Namun tempat ini tak juga sepi, justru seperti sedang merayakan suatu perayaan besar.
            Hampir beberapa kali mataku menangkap siluet klenteng di setiap rumah-rumah. Eksotika budaya Tionghoa begitu kental terasa. Bebauannya juga kurasa sama ketika aku menikmati studi tour di China Town ketika menghabiskan masa strata-satuku di Universitas Airlangga. Lannie menyebutnya, ah, kucoba mengingat-ingat. Iya, Pecinan.
            “Mengapa tidak dimakan? Tidak suka Babat Gongso?” celetuk Lannie memudarkan lamunanku. Aku menatap matanya yang telah memicing ke arahku.
Aku tersenyum. Kemudian, kusisihkan sendok yang telah tersedia di atas piring tersebut. Kuganti dengan pemberian Shakina, baru aku bisa memulai memakannya.
Lannie menggerutu, “Lelaki aneh.” Hingga kemudian ia melanjutkan memakannya dengan lahap. Di atas meja kayu ini, masih ada beberapa piring makanan yang belum tersentuh. Wedang ronde masih menguarkan kepul hangat dan harumnya, Lunpia masih begitu hangat karena sehabis ditiris dari dalam wajan panas, juga yang membuatku lantas heran seheran-herannya, masih ada semangkuk es congkling! Entah, akupun tak tahu mengapa ini dinamakan es congkling—padahal menurutku ini es kolang-kaling—yang kuherankan mengapa juga wanita itu memesannya padahal sudah ada ronde di sampingnya. Buang-buang duit saja!
Malam ini aku tak akan melanjutkan perjalananku, karena haripun telah larut malam. pikiranku membuyar, tak tahu harus ke mana melangkahkan kaki. Kutatap Lannie yang masih saja menikmati pemandangan sekitar. Ya, di sekitar Pasar Semawis yang sedang ramai oleh khalayak karena ada acara menjelang pergantian tahun.

0 comments:

0

JEDA [Part 2]

Posted in , , ,
Ia menyeka air matanya dengan jemarinya sendiri. Tak memungkinkan bila saja jemariku begitu beringas menghapus butir-butir bening itu, karena ia bukan Shakina. Juga bukan wanita yang kukenal.
            “Hei! Kau tidak mengenalku, jadi kau tidak berhak bertanya hal itu padaku!”
            Aku terlonjak. Lagi dan lagi. Wanita itu begitu penuh misteri. Lalu kualihkan pandanganku ke luar kaca di sampingku. Ada yang lebih indah daripada sekadar menuruti amarah sesaatnya yang tak juga mencapai titik akhir. Nusantaraku. Indonesia yang penuh dengan kekayaan alam, juga—cinta.
            Kulihat dari ekor mataku, jemari lentik itu mengarah kepadaku. Mungkin saja ia ingin meminta maaf atau justru, “Lannie.”
            Kupandangi jemari itu dengan hampa. Apa yang bisa kulakukan? Amarahku belum juga sirna mendapati sentakannya yang masih membekas di ulu hati. Hal ini membuatnya lantas menurunkan kembali tangannya dan tersenyum kecut. Kemudian kami saling membuang muka. Bermain dengan seringainya masing-masing.
            Hampir tiga puluh menit kami saling mengunci mulut. Kuperhatikan tubuhnya tak juga menimbulkan gerak sekalipun. Hingga kuberanikan diri mengintipnya dari sudut ekor mataku. Ah, ternyata wanita galak itu sedang tertidur. Pulas. Rambutnya yang panjang menutupi kedua matanya yang masih menyisa sembab di lingkar bola matanya.
            Di pelukannya kudapati sebingkai figura yang usang. Aku bertanya-tanya, apa yang ada di balik bingkai tersebut? Dengan jahil, jemariku perlahan-lahan akan menjamahnya. Mencoba mengerti apa isi di baliknya. Mungkin saja jawaban atas pertanyaanku yang masih sangat ambigu. Atau entah, aku harus tahu. Namun, tiba-tiba saja...

0 comments: