My Review: After Office Hours by Dahlian dan Gielda Lafita
Posted in @atikarahmaa, #EdisiReview, After Office Hours, dahlian, gagasmedia, resensi novelImage by goodreads |
After Office Hours
by Dahlian, Gielda Latifa
Dan, suatu hari, kita
bertemu lagi. Waktu berbeda, situasi yang berbeda juga. Kalaupun ada yang tak
berubah, hanyalah perasaanku kepadamu. Aku masih tak punya alasan untuk
membalas perasaanmu.
Namun, kau terlalu keras kepala untuk mengakui ketidakcocokan kita. Kau berjudi dengan perasaan, seolah tak khawatir sewaktu-waktu aku bisa menyakitimu. Kau menjanjikan cinta dan aku malah menertawakanmu.
Akhirnya, kau berhenti- menyerah atau berbalik membenciku, aku sendiri tidak tahu. Aku mencoba mengibur diri, berpikir kalau tanpamu aku pasti baik-baik saja. Tetapi, kenapa dadaku sesak saat melihat
punggungmu pelan-pelan menjauh?
Apakah ini artinya aku harus balik mengejarmu?
Namun, kau terlalu keras kepala untuk mengakui ketidakcocokan kita. Kau berjudi dengan perasaan, seolah tak khawatir sewaktu-waktu aku bisa menyakitimu. Kau menjanjikan cinta dan aku malah menertawakanmu.
Akhirnya, kau berhenti- menyerah atau berbalik membenciku, aku sendiri tidak tahu. Aku mencoba mengibur diri, berpikir kalau tanpamu aku pasti baik-baik saja. Tetapi, kenapa dadaku sesak saat melihat
punggungmu pelan-pelan menjauh?
Apakah ini artinya aku harus balik mengejarmu?
Paperback, 328
pages
Published May 2010 by
Gagas Media
RESENSI
Ini adalah buku kedua Dahlian (kalo nggak salah), dan buku kedua Dahlian ft. Gielda Lafita yang kubaca. Setelah membaca buku sebelumnya, Baby Proposal, dan di laman review-ku sebelumnya, sudah kutulis bahwa "aku masih akan tetap membaca novel-novel Dahlian yang lain". Akhirnya kesampaian deh, di tengah nikmatnya liburan panjang setelah Ujian Akhir Semester, aku menyabet novel ini untuk menjadi novel pertama yang mengawali nikmatnya membaca di liburan ini.
Biasa, dari kavernya dulu ya. Kavernya imut banget. Udah mewakili apa yang ada di dalamnya. Dan btw, Ilustrator, tas kayak gitu bisa dibeli di mana, ya? Hehehe. Warnanya pink pastel, seperti yang kusuka. Perpaduan warna dengan abu-abu tua yang semakin lengkap. Ditambah lagi, font-nya sudah cukup matching, meski standar, tidak seartistik di novelnya Andai Kau Tahu.
Cinta sejati, datang kedua kali. Ini yang menjadi acuanku mengapa memilih novel ini untuk kubaca. Ya, karena aku masih sangat bimbang, apakah aku harus membiarkan kisah cintaku yang terlanjur menyakiti itu datang kedua kalinya, atau enggak (tuh kan, masalah pribadi dibawa-bawa).
Awalnya aku ngantuk banget baca bab pertama. Sudah kuduga, pasti ini klise. Dengan seorang yang melamar pekerjaan, ternyata atasannya, Roy, adalah mantan kekasihnya yang telah melukainya beberapa tahun lalu. (Maaf kalo sedikit spoiler). Dan di sini, lagi-lagi digambarkan sosok lelaki yang menjadi manajernya itu sosok yang almost perfect. Idaman wanitalah, punya asset banyaklah. Tampang segalanyalah. Tapi, yang membuatku suka adalah, karakter yang mereka ciptakan itu membuatku teringat pada Ke Jing Teng pemeran utama di You Are the Apple of My Eye, karena kenakalannya [read: kenakalan pada wanita].
Tapi gawat juga jika suatu perusahaan mempunyai manajer seperti dia. Yang mempekerjakan sekretaris yang sudah jelas tidak masuk kriteria, cuma karena ia adalah wanita di masa lalunya, dan ia tertarik ingin masuk lagi ke kehidupannya. Tapi, toh, who's manajer there? Dia yang punya wewenang. Hehe.
Oke lanjut, dari sisi isi, kupikir memang ini tidak mencerminkan judulnya yang seharusnya mereka menuliskan sebuah cerita di luar jam pekerjaan. Namun justru yang tertulis lebih banyak condong ke arah jam kerjanya. Apalagi ketika konflik yang mengakibatkan perubahan perasaan yang dialami oleh Athea—pemeran utama— itu terjadi pula saat jam kerja.
Lalu, kehadiran Nelson, sahabat mantan alm.suaminya, yang terkesan tiba-tiba, membuatku sempat mengernyitkan dahi. Mengapa namanya pertama kali muncul dari dialog batinnya, mengapa tidak dibuat seolah-olah seperti ini: ada bel masuk di rumahnya, ia membuka pintu dan dilihatnya Nelson sudah berdiri membawakan bubur —mungkin— buat anaknya, Gilang.
Jujur saja, untuk membaca novel ini aku membutuhkan dua hari, itupun aku selalu meloncat-loncat membacanya, langsung kubaca dialognya. Itu karena aku tak terlalu menikmati narasi yang dipersembahkan oleh sang penulis. (Plus, karena kepepet, waktu meminjam novel itu kurang sehari lagi, kalau nggak, dendaku makin mencekik)
Untuk karakter Athea sendiri, dia memang dewasa. Tahu mana yang benar dan yang salah. Namun, ketika dihadapkan pada dua pilihan sulit, untuk bisa bersanding dengan Roy atau Nelson, ia masih bimbang, dan sekilas bayang-bayang Aditya, alm suaminya juga hadir, karena ia sadar rasa cintanya tak bisa berubah kepadanya.
Kalau aku ditakdirkan menjadi Athea, yang seharusnya menjadi wanita karier yang baik, aku juga akan merasa kebingungan memilih mana yang harus kupilih. Nelson adalah sahabat Aditya yang telah lama menjaga dan membahagiakannya dengan Gilang. Di sisi lain, ada Roy, meskipun ia adalah manajer perusahaan besar, almost perfect, tapi dia adalah lelaki brengsek yang pernah menghancurkan hidupnya dahulu. Aku memilih untuk pergi mencari lelaki lain. Hahahaha kayak laku aja. Tapi, kan, aku bukan Athea, jadi, ya mau gimana lagi.
Dan, finally, untuk ending-nya. Aku kurang suka. Bener komentar salah satu pembacanya di goodreads, terkesan dipaksakan. Penulis merasa seolah dikejar waktu ketika menggarap ending ini. Tapi, sedikit lebih baik lah dari novel-novel bergenre sejenis dengan tema sama seperti novel ini.
Keseluruhan, aku akan sedikit menurunkan ratingku. 2,5/5 bintang untuk After Office Hours.
Menunggu karya Dahlian yang lain.
Semarang, 29 Jan 2015.
0 comments: