Roti Selai Stroberi-begitu katamu
Posted in farewell, Flash Fiction, kenangan, masa lalu, perpisahan, Sahabat Kecil
Wednesday, July 3, 2013 15:27
Terpaku dengan secarik kertas putih.
Tergenggam pensil kecil dan aku mulai melukis.
Aku
perlu tahu, apakah kenangan-kenangan itu masih terukir jelas diingatannya,
seperti apa yang sedang kukenang saat ini? Masihkah dia menempatkanku pada salah
satu orang terpenting di hidupnya? Karena aku pun begitu.
Lihatlah,
tanpa kita sadari, kau dan aku dipertemukan di tempat yang sama. Tempat di mana
kau dan aku sama-sama belum merasakan kebahagiaan yang nyata.
Dan
bagaimana waktu telah mempersatukan kita sebagai sahabat.
Aku
melukiskan apa yang ingin kulukis. Gambar itu begitu mengingatkanku saat kita
bersama-sama. Saat hujan tiba, dan kita terperangkap pada tempat yang bukan
rumahku ataupun rumahmu. Kau merentangkan payungmu dan mengajakku pulang. Andai
kautahu, saat itu aku benar-benar merasa nyaman meski di bawah derasnya hujan.
Karena ada kamu, yang membawaku pulang.
Aku
mengingat sebagian kenangan-kenangan yang kita lalui bersama. Maafkan aku yang
tak bisa mengingat semua.
Saat
itu aku melihatmu begitu asik dengan teman-temanmu, bermain Mario Bross. Dan
saat itu di mana aku menghabiskan banyak waktu berada di rumahmu. Meskipun
akhirnya aku terabaikan, dan pulang.
Lalu
suatu hari, aku duduk sendiri di tempat seluncur yang terbuat dari semen yang
menjadi tempat bermainku setiap hari. Kau datang, membawa sepotong roti dan
duduk menyebelahiku.
“Mau
roti?” katamu.
“Roti
apa itu?”
“Roti
selai stroberi. Enak.”
Aku
menggeleng pelan, “kamu saja yang makan.”
Kau
yang pertama kali mengenalkanku pada roti dengan selai merah tua yang manis.
Semanis persahabatan kita. Lalu aku tersenyum, melihatmu melahap habis rotimu.
Yang
kuingat, kau dan aku tak sering menghabiskan waktu bersama. Namun yang selalu
kuingat, kau mampu menciptakan kenangan manis yang begitu sulit untuk
kulupakan. Saat pertama kalinya di hidupku, aku mempunyai sahabat laki-laki
yang membuat hidupku semakin berarti. Maafkan aku, yang kemudian pergi dan
sempat melupakanmu.
Hingga
sampai saat perpisahan itu. Kau dan aku benar-benar tidak bertemu. Kita tak
sempat mengucap perpisahan. Kau di sana, dan aku yang pergi.
Sampai
saat ini, kita tak lagi memberi kabar. Persahabatan kita hilang seketika. Dan
tak mungkin lagi ada.
Aku
meletakkan gambarku. Lalu kuraih handphone di hadapanku. Entah apa yang bisa
kulakukan dengan nomor itu. Aku ingin mengirim pesan namun aku sama sekali
tidak berani. Mengapa setelah bertahun-tahun yang lalu, baru sekarang aku
menemukan secercah harapan untuk mengetahui kabarmu? Dan mengapa saat semua itu
tiba, aku tak pernah berani untuk mengungkapkannya?
Kututup
nomor itu, dan kemudian aku menembus dunia maya yang beberapa menit lalu
kuarungi. Lihatlah apa yang saat ini ada di depan mataku, pria tampan yang kini
telah dewasa. Pria manis yang pernah kukenal dulu. Sesekali aku membaca
tulisan-tulisan yang iatulis di jejaring social. Ia sama sepertiku; suka
menulis.
Sebaris
kata-kata yang kautulis beberapa tahun lalu. Tentang duniamu yang baru. Dan
seseorang yang kautemui hingga menghadirkan rasa yang tak asing untukmu. Ya,
wanita beruntung yang bisa menjadi teman hari-harimu.
Aku
bahagia membacanya. Sangat bahagia. Kau yang dulu begitu polosnya telah
mengerti arti cinta. Kau yang dulu sangat lucunya, telah menemukan wanita
idaman.
Aku
ingin kembali mengenalmu.
Apakah
ini saat yang tepat untukku kembali mengingatkan persahabatan manis yang dulu
sempat hilang? Apakah ini hal yang benar bila aku ingin kembali menjadi
sahabatmu seperti waktu itu?
Aku
tak yakin. Bahkan untuk memulainya pun aku tak berani.
Karena
kamu bukan lagi anak kecil yang kukenal dulu.
0 comments: