Saturday, October 10, 2015

0

Yang Tangguh yang Berkarya: Lima Senti Menuju Resilient City

Posted in , , , , , ,



Menjadi bagian dari 100 Resilient City Program, yaitu program dan jaringan kota-kota di dunia yang bekerja sama untuk menyusun dan mewujudkan ketahanan kota, memeberikan tantangan tersendiri bagi Kota Semarang dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan menuju Semarang Tangguh. Semarang merupakan satu-satunya kota di Indonesia yang mewakili Indonesia menjadi salah satu dari 100 kota tangguh di dunia!

100 RC atau sebutan untuk 100 Resilient City, merupakan inisiasi dari The Rockefeller Foundation, bertujuan untuk meningkatkan kota dalam ketahanan menghadapi guncangan secara fisik maupun sosial. Hal ini tentunya memberikan kesempatan emas bagi Kota Semarang untuk bergabung bersama kota-kota besar di dunia dalam membuka jaringan seluas-luasnya, membangun kolaborasi, hingga mencapai inovasi dalam menangani berbagai persoalan yang diakibatkan oleh perkembangan kota itu sendiri.

Hal ini diharapkan Semarang dapat menghadapi persoalan-persoalan yang masih saja terjadi, salah satunya adalah tingginya tingkat kemiskinan, atau tidak meratanya status sosial. Akibatnya, keadaan ekonomi menjadi pergolakan sebagai penyebab arus pergerakan pembangunan berkelanjutan menjadi seret.

Lha iya, bagaimana tidak? Yang kaya semakin kaya, yang miskin apa kabarnya?

Sejauh ini bangsa Indonesia telah mengenal adanya Ekonomi Kreatif. Bahkan sebelum negara ini lahir, Ekonomi Kreatif telah terlebih dulu lahir di peradaban. Dari empat tahapan pembangunan ekonomi, ekonomi kreatif berada pada gelombang keempat setelah ekonomi pertanian, industri, dan informasi. Ekonomi kreatif adalah penciptaan nilai tambah yang berbasis ide yang lahir dari kreativitas sumber daya manusia dan pemanfaatan ilmu teknologi.

Sejarahnya kurang lebih seperti ini.


Sejarah Perkembangan Ekonomi Kreatif. [Sumber: http://program.indonesiakreatif.net]

Pada sejarah awalnya dapat kita lihat di tahun 1650 saat Isaac Newton menerbitkan Principal Mathematic yang menjadi tonggak pemikiran rasional manusia. Era itu merupakan era pencerahan sebagai awal pemikiran dunia. Lalu pada tahun 1700 Ratu Ann dari Inggris menerbitkan Statue of Ann mengenai Kepemilikan Tulisan, atau Hak Cipta. Hak Cipta ini berkaitan erat dengan ekonomi kreatif, sebagai tanda kepemilikan yang sah oleh yang menciptakan.

Peran budaya dan kreativitas sangat erat kaitannya, menurut OEEC yang kini dikenal dengan nama Organization for Economy Cooperation and Development. UNESCO sebagai badan khusus PBB yang lahir pada tahun 1945 pun memiliki tujuan dalam hal menjalani pendidikan, iptek, kebudayaan memiliki beberapa proyek yang cakupannya tak pernah keluar dari tujuan tersebut, salah satunya dalam hal kreativitas.

Jika dibandingkan tahun 1940 dengan 1992 ke atas, yang sama-sama menerapkan sistem ekonomi kreatif namun dengan basis yang sudah sangat berbeda. Batas modern telah terlihat sebagaimana lahirnya Narrative Consumption di Jepang yang telah mampu menghasilkan beberapa karya yang turun-temurun seperti kartun animasi. Atau adanya Internet yang dibarengi dengan tercetusnya Internet Explorer, Google, Wikipedia, hingga media sosial seperti Instagram. Keseluruhannya telah menggunakan media digital.

Sedang Joseph Schumpeter lebih menekankan pada konsep kewirausahaan kreatif-desktruktif dengan menghancurkan yang lama demi membangun yang baru. Konsep ini tentu akan lebih tepat bila menerapkan sistem tradisional dibanding digital meski pada zamannya saat ini, modern digital adalah solusi terbarukan bagi setiap pekerjaan.

PEMUDA SEBAGAI PENGGERAK EKONOMI-KREATIF

Saat ini begitu banyak program pemerintah yang disediakan kepada para pemuda sebagai bentuk pemantasan diri salah satunya sebagai bentuk kesiapan terjun dalam MEA melalui sistem ekonomi kreatif. Program Kreativitas Mahasiswa yang saat ini paling bekerja nyata.

Yang menjadi titik berat di sini adalah, adanya Program Kreativitas Mahasiswa yang menekankan pada sosial ekonomi. Yaitu, selain berinovasi dalam kewirausahaan namun dalam bentuk pengabdian menuju masyarakat juga.

Sebagai contoh, mahasiswa di Kota Semarang yang lolos PIMNAS tahun 2015 ini dengan tema wirausaha melalui pembekalan kepada anak-anak jalanan. Wirausaha yang digunakan adalah dengan menciptakan barang ramah lingkungan yang memiliki seni budaya dan bernilai tinggi. Pemakaiannya sangat bermanfaat, tentunya karena dari tangan anak-anak jalan juga yang menjadikan hasil tersebut sangat memuaskan.

Artinya di sini ialah, dalam mewujudkan pembangunan ekonomi, tak hanya sekadar mengambil sisi kreatif dalam hal obyek wirausaha, namun kreatif dalam memilah sumber daya manusia. Berdasar ulasan di bawah, kita akan tahu isu strategis apa saja yang sedang dihadapi oleh ekonomi-kreatif.

ISU STRATEGI EKONOMI-KREATIF

1. Sumber daya manusia
Sumber daya manusia adalah penggerak paling utama pembangunan ekonomi kreatif. Dari tangan orang-orang yang kreatiflah sistem tersebut dapat berjalan sesuai yang dicita-citakan. Masyarakat Kota Semarang saat ini mungkin sangat kekurangan keberadaan orang-orang kreatif, karena setiap tahunnya kemiskinan meningkat, lebih-lebih tingkat kehadiran gepeng di sekitar kita menjadi meningkat drastis.

2. Ketersediaan bahan baku yang berkualitas
Bahan baku yang berkualitas menjadikan barang hasil inovasi bernilai sangat baik di mata masyarakat. Namun sayangnya, keberadaan bahan baku tersebut dirasa masih kurang maksimum, mengingat masih terdapat beberapa kerusakan pada biodiversitas yang ada di Semarang yang disebabkan oleh ulah sumber daya manusianya sendiri.

3. Pengembangan industri yang berdaya saing
Industri terbaharukan menjadi salah satu penentu baik-buruknya alur ekonomi-kreatif.

4. Ketersediaan Pembiayaan yang sesuai
Pembaiayan menjadi penggerak ekonomi-kreatif. Apabila terbatas, maka pergerakannya pun akan menjadi lambat. Namun, Semarang yang notabene menjadi bagian dari 100 Resilient Cities perlu menerapkan sistem Joseph Schumpeter untuk meminimalisir adanya dana terbatas. Gunakanlah sistem daur ulang, dan bahan-bahan bekas yang dapat diolah menjadi barang yang bernilai lebih.

5. Pasar
Keberadaan pasar menjadi penentu ekonomi-kreatif. Tempat di mana hasil yang diperoleh akan dilakukan pertukaran atau barter. Di sini karya kita akan dinilai, sehingga nikmatnya bisa dirasakan oleh beberapa orang di sekitar kita juga diri kita sendiri.

6. Teknologi dan infrastruktur
Memang, bila tanpa teknologi kegiatan menjadi tak terkendali bahkan tak terlaksana dengan baik. Manfaatkan teknologi apa adanya dalam menciptakan inovasi ekonomi-kreatif. Beberapa langkah bisa dilakukan dengan teknologi yang minim, seperti cara tradisional yang membutuhkan bahan ramah lingkungan dengan pemrosesan model lama, namun dalam hal pemasaran tentu tak bisa terlepas dari adanya teknologi dan infrastruktur lainnya.


PERAN EKONOMI-KREATIF DALAM KETAHANAN KOTA SEMARANG

1. Terwujudnya masyarakat yang beretika, berbudaya, kreatif-inovatif
2. Terwujudnya kota yang berdaya saing tinggi untuk mencapai kesejahteraan masyarakatnya sendiri
3. Terwujudnya pemerataan pembangunan
4. Semarang menuju one of 100 Resilient Cities in the World


RUMAH KREATIVITAS YANG MENGANTAR SEMARANG MENUJU KOTA TANGGUH

Saat ini semakin bertambah kehadiran gepeng di jantung ibukota. Bukan sampah masyarakat, namun hal itu dianggap menjadi kurang etis bila dipandang mereka melakukannya di kota yang terpilih menjadi 100 Resilient Cities mewakili Indonesia.

Antara pemerintah/swasta bersama pemudia perlu bersinergi dalam menangangi permasalahan ini. Orientasi menuju ekonomi-kreatif menjadi patokan dalam melakukan penertiban. Bukan penertiban seperti yang seringkali terjadi di Semarang, namun mereka akan dialihkan pada rumah kreativitas dengan bahan baku dan alat yang telah disediakan. Dengan adanya rumah kreatif diharapkan para gepeng khususnya yang masih di bawah umur  hingga dewasa muda dapat menyalurkan imajinasi mereka dalam bentuk sebuah karya.

Selain menertibkan, gepeng akan mendapat bekal beruba skill dan yang paling penting adalah ruang dan waktu dalam mencari jati dirinya sendiri. Beberapa asumsi yang menyatakan bahwa setiap mereka [gepeng] pasti merasa sangat perlu wadah dalam penyalur ide-ide kreatifnya, namun mereka telah terlebih dulu terkepung dalam paradigma yang menyudutkannya.

Apabila gepeng tersebut dapat menghasilkan beberapa produk unggulan, tentu dengan sedikit memanfaatkan teknologi yang ada. Lalu secara perlahan pembangunan ekonomi berkelajutan dibarengi dengan sosial budayanya akan berjalan dengan lancar.

0 comments: