Saturday, October 10, 2015

0

Sustainabling Development melalui Konservasi Pesisir Sebagai Upaya Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Menuju Semarang Tangguh (100 Resilient City)

Posted in , , , , , , , , , ,


Kota Semarang yang merupakan Ibu Kota Jawa Tengah terletak antara garis 6°50′ – 7°10′ LS dan garis 109°35 – 110°50′ BT. Topografi Kota Semarang terletak antara 0,75 – 348,00 di atas garis pantai (Semarang).  

Secara administratif, di wilayah pesisir kota Semarang terdapat 4 (empat) kecamatan yakni Tugu, Semarang Barat, Semarang Utara dan Genuk dan 14 (empat belas) desa / kelurahan. Wilayah ini umumnya dimanfaatkan sebagai pelabuhan, daerah industri, perumahan penduduk dan sebagainya. Khusus di wilayah desa/kelurahan yang dominan sebagai pemukiman penduduk umumnya dicirikan dengan kondisi kesehatan lingkungan yang kurang memadai, terkesan kumuh dan sangat rentan terhadap bencana alam khususnya banjir rob.

Menjadi kota dengan sebutan Venice van Java yang diberikan pada zaman penjajahan Belanda, karena Semarang mempunyai kanal dan kali yang menjadi sarana transportasi dari laut menuju perkotaan. 

Faktanya, berkebalikan dengan makna yang diharapkan dari pemberian julukan tersebut, Semarang justru semakin terancam akan kehilangan daerah pesisir dan perairannya. Hal ini dikarenakan pembangunan yang kurang terstruktur, sehingga sebagian besar kontruksinya telah menutupi wajah sungai. Kali-kali yang menjadi ikon di sepanjang kota pun telah tertutupi oleh sedimen. Banjir rob karena limpasan air pasang laut tak luput menjadi salah satu faktor utama penyebab kerusakan biodiversitas pesisir dan laut Semarang. Namun yang menjadi dasar permasalahan adalah kurangnya kesadaran serta dangkalnya inovasi dan skill dari penduduknya yang mencapai dua juta itu akan pentingnya menjaga kelestarian alam pesisir dan laut agar dapat mewujudkan kesejahteraan rakyat dan pembangunan yang berkelanjutan tanpa harus mengurangi citra alami ekosistem itu sendiri.

Semarang one of 100 Resilient Cities. Sumber: google.com

Salah Satu komitmen kota Semarang untuk bisa beradaptasi dan tumbuh di antara permasalahan dan tantangan-tantangan itu adalah dengan menjadi bagian dari 100 Resilient Cities (100RC) Program, yaitu program dan jaringan kota-kota dunia yang bekerja sama untuk menyusun dan mewujudkan ketahanan kota. Semarang menjadi satu-satunya wakil dari Indonesia yang menjadi bagian dari program ini, Semarang akan berdampingan dengan 99 kota lainnya dari 5 benua seperti San Fransisco, Rio De Jeneiro, Barcelona, Medellín, Porto alegre, Bristol, Glasgow, Rotterdam, Roma, dan lain-lain.

Kesempatan emas itu membuka peluang bagi Kota Semarang untuk dapat membangun jaringan, berbagi informasi, kolaborasi serta mempraktikkan berbagai inovasi dalam penanganan persoalan yang diakibatkan perkembangan kota.



The Rockefeller Foundation. Sumber: google.com

100RC diinisiasi oleh Rockefeller Foundation, dan bertujuan untuk meningkatkan kemampuan kota dalam beradaptasi dan tumbuh di antara guncangan dan tekanan yang terjadi baik fisik maupun sosial. Diharapkan nantinya kota Semarang memiliki strategi yang tepat untuk menghadapi permasalahan-permasalahan yang sering menimpa kota Semarang seperti banjir, rob, tanah longsor, krisis air bersih, di samping problem sosial seperti pengangguran, kemiskinan, kawasan kumuh, dan lain-lain.

Kondisi ini sejalan dengan empat persoalan pokok yang dihadapi wilayah pesisir di Semarang secara umum, yakni: (1) tingginya tingkat kemiskinan masyarakat pesisir; (2) tingginya kerusakan sumberdaya pesisir; (3) rendahnya kemandirian organisasi sosial desa dan lunturnya nilai-nilai budaya lokal; dan (4) rendahnya infrastruktur desa dan kesehatan lingkungan pemukiman. Keempat persoalan pokok ini juga memberikan andil terhadap tingginya kerentanan terhadap bencana alam dan perubahan iklim yang cukup tinggi pada desa-desa pesisir.

Selain itu, beberapa permasalahan pokok yang sering terjadi di kawasan pesisir Semarang memang belum kunjung menemukan jalan tempuh. Beberapa kendala seringkali terjadi saat Pemerintah Semarang bersama warga ingin membangun kotanya. Terkadang, hal yang dapat menaikkan stabilitas perekonomian dan citra kota justru berdampak pada biota dan lingkungan hidup di sekitarnya. 

Berikut ini diuraikan beberapa permasalahan berdampak pada kerusakan biodiversitas di Kota Semarang.

1.        Reklamasi Pantai
Reklamasi pantai kota Semarang merupakan kebutuhan yang tidak dapat dihindari mengingat kebutuhan akan lahan untuk berbagai keperluan (pemekaran kota, penataan daerah pantai, pengembangan wisata bahari, pemukiman, dan sebagainya) sudah semakin mendesak.[1] Karena reklamasi pantai adalah bentuk campur tangan (intervensi) manusia terhadap keseimbangan lingkungan alamiah pantai yang selalu dalam keadaan seimbang dinamis, maka akan melahirkan perubahan peta garis pantai, perubahan ekosistem (perubahan pola arus, erosi dan sedimentasi pantai, berpotensi meningkatkan bahaya banjir), serta berpotensi gangguan lingkungan. Reklamasi di Kota Semarang sudah berlangsung sejak pemerintahan kolonial Belanda. Salah satu kegiatan reklamasi yang menjadi perhatian publik adalah reklamasi Pantai Marina hingga Maron, yang berdampak pada abrasi yang cukup parah di akhir 2013. Pantai tersebut terkikis hingga kurang lebih 15 meter dari bibir pantai semula. Akibat lain yang dihasilkan dari proses reklamasi tersebut adalah sanitasi lingkungan, prevalensi penyakit, hidrologi, kualitas air yang menurun, mempengaruhi penurunan tanah, serta terganggunya biodiversitas dalam ekosistem tersebut.



[1] Dilaporkan oleh Wahyu Sulistiyawan melalui Tribunnews. Minggu, 8 Desember 2013

2.        Penebangan Liar Mangrove
Pembukaan lahan untuk tambak udang memiliki andil besar bagi kerusakan mangrove di luar hutan, sedangkan penebangan secara tidak lestari merupakan penyebab utama kerusakan mangrove di dalam hutan (Suara Pembaruan dalam Setiyawan dan Winarno, 2006:4). Saat ini areal pertambakan warga di kawasan pesisir pantai Semarang terus masuk ke daratan, hingga 100 meter. Karena, abrasi telah merusak kawasan pantai yang berada di ujung landasan pacu Bandara Internasional Ahmad Yani. Di wilayah pesisir pantai lain pun terjadi kerusakan ekosistem pantai akibat penebangan liar mangrove.

SUSTAINABLING DEVELOPMENT SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT MENUJU SEMARANG TANGGUH




Gambar 1. Sustainable Development (Sumber: www.lynascorp.com)

Beberapa upaya yang bisa dilakukan oleh pemerintah Kota Semarang yang dibantu oleh masyarakat sekitar dalam mewujudkan Semarang Setara menuju Semarang Kota Tangguh - The Resilient City, sebagai berikut.

1.        Lingkungan
Lingkungan berperan sangat kuat dalam ketahanan kota. Lingkungan yang sehat dapat memicu beberapa dampak positif yang bisa dirasakan oleh masyarakat sekitar, sehingga dapat mendongkrak nilai-nilai yang menjadi pemicu perkembangan kota.

Beberapa upaya yang dapat mewujudkan Lingkungan Sehat kawasan pesisir Semarang menuju 100 Resilient City.

Gerakan Hijau
Delapan atribut yang bisa diterapkan dalam menyongsong gerakan hijau di kawasan pesisir yaitu Green Planning and Design, green open space, green community, Green waste, green transportation, green water, green energy, dan green building (Imam S. Ernawi).

a. Green Planning and Design 
Perencanaan dan desain penghijauan merupakan suatu agenda pemerintah kota berupa kegiatan tata ruang dan rancang kota terhadap penghijauan yang ditentukan berdasarkan adaptasi dan mitigasi pada perubahan iklim.

b.      Green open space
Pembangunan ruang terbuka hijau sebagai penunjang kualitas dan kuantitas sesuai dengan karakteristik kota, yaitu 30% dari luas kota. Data terakhir th 2015 yang dikutip melalui Kompas.com menyebutkan, RTH Kota Semarang hanya berkisar sekitar 7,5% saja. Dalam mewujudkan suatu kota yang berkelanjutan diperlukan keberadaan penyeimbang lingkungan dengan penyediaan ruang terbuka hijau kota. Dampak dari adanya reklamasi pantai memang sudah meluas, dari rusaknya ekosistem pesisir hingga abrasi.

c.       Green community
          Lingkungan hijau tidak terjadi begitu saja tanpa adanya campur tangan dari manusia. Pemerintah dan masyarakat perlu turun tangan dalam melaksanakan penghijauan kota.

d.      Green waste
          Pembuangan limbah pada kawasan pesisir memang memiliki dampak yang krusial.
Selain merusak biodiversitas pesisir, juga menimbulkan adanya bibit penyakit yg disebabkan adanya senyawa zat kimia yang terkandung pada air yang telah tercemar limbah tersebut. Untuk itu, pemerintah dibantu masyarakat harus pintar mencanangkan kebersihan air khususnya kawasan pesisir dengan tidak membuang limbah sembarangan, lebih-lebih bisa memanfaatkan limbah menjadi suatu inovasi tersendiri.

e.       Green transportation
Transportasi dapat memicu adanya polusi yang disebabkan dari karbondioksida yang mengikuat nitrogen di udara. Apabila hal itu terjadi, dapat berdampak pada lingkungan menjadi tidak sehat. Alternatif yang dapat dilakukan adalah dengan menerapkan sistem transportasi ramah lingkungan.


f.        Green water
            Dalam meningkatkan kualitas air pada pesisir dapat menerapkan konsep ekodrainase dan zero runoff. Dengan kata lain, semua air harus bisa diresap kembali ke dalam tanah. Reklamasi menutup kemungkinan adanya celah bagi air untuk bisa masuk kembali ke dalam tanah untuk mengikat zat Nitrogen menjadi mineral dan oksigen. Beberapa kawasan pesisir di Semarang menunjukkan kurang diterapkannya konsep tersebut.


g.      Green energy
Menerapkan sumber energi yang efisien dan ramah lingkungan. Kawasan pesisir kota semarang yang didominasi oleh warga yang bermata pencaharian nelayan dalam menggunakan beberapa sumber energi haruslah yang efisien tanpa mengubah kandungan air dan merusak ekosistem pesisir.

h.      Green building
Bangunan yang ada di kawasan pesisir menjadi salah satu penentu sehat atau tidaknya kawasan pesisir. Dengan menerapkan bangunan hijau dan hemat energi, di antaranya dengan meminimalisasi pemborosan pemakaian properti. Bangunan yang dimaksud bukanlah yang serba hijau melainkan keselarasan dengan lingkungan global, yaitu udara, air,tanah, dan api.

2.        Masyarakat atau Komunitas
Masyarakat merupakan perangkat yang paling penting dalam menerapkan sustainable development. Bebarengan dengan pemerintah maupun swasta sama-sama membangun kawasan pesisir yang dapat membawa Semarang menuju Kota 100 ResilientCities. Karena pada dasarnya, semua yang berasal dari masyarakat tentunya akan dikembalikan lagi pada masyarakat itu sendiri. masyarakat yang mendukung adanya penghijauan kawasan pesisir, membawanya menuju masyarakat yang mandiri dan sejahtera.


Buruknya kultur birokrasi dalam mengelola sumberdaya wilayah pesisi dan lautan juga ditandai dengan tidak adanya keterpaduan antar pelaku pembangunan sekaligus pengelola di kawasan tersebut, baik pemerintah, swasta dan masyarakat. Tidak adanya keterpaduan antar pelaku pengelola terlihat dalam berbagai kegiatan pembangunan di kawasan pesisir dan lautan yang dilakukan secara sektoral oleh masing-masing pihak, bahkan sering terjadi tumpang tindih antar pelaku pengelola. Lemahnya keterpaduan ini, diakibatkan belum adanya sistem atau lembaga yang mampu mengkordinasikan setiap kegiatan pengelolaan sumberdaya kelautan dalam satu kewenangan. Akibatnya, potensi wilayah pesisir dan lautan tidak tumbuh dan berkembang secara optimal.


Padahal, salah satu syarat utama dari pelaksanaan konsep pembangunan secara terpadu dan berkelanjutan adalah pemerintah yang demokratis. 
“Pada dasarnya keanekaragaman hayati dapat memulihkan diri, namun kemampuan ini bukan tidak terbatas. Karena diperlukan untuk hidup dan dimanfaatkan sebagai modal  pembangunan, maka keberadaan keanekaragaman hayati amat tergantung pada perlakuan manusia” (Astirin, 2000:37).

Direktorat Jenderal Penataan Ruang, Kementerian Pekerjaan Umum menginisiasi Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH). Tujuannya adalah

1. Meningkatkan pemahaman kepada warga tentang pentingnya ruang terbuka hijau bagi keseimbangan fungsi kota yang berkelanjutan.
2.  Menggali dan menampung aspirasi dari warga tentang ruang terbuka hijau lewat metode rembug/diskusi terbuka dan pembuatan kota hijau;
3.  Mengajak warga untuk memanfaatkan ruang terbuka hijau yang ada, serta berperan aktif dalam peningkatan kuantitas dan kualitas RTH Kota/ Kawasan Perkotaan;  
4. Membentuk forum hijau Kota sebagai mitra pemerintah kota dalam meningkatkan kuantitas dan kualitas RTH Kota/ Kawasan Perkotaan.

Salah satu upaya yang telah dilakukan Pemerintah Kota Semarang dalam mendukung program pengelolaan hutan mangrove di Wilayah Pesisir Tugurejo adalah dengan bekerja sama dengan Mercy Corps, sebuah organisasi nirlaba (LSM) dari Amerika Serikat melalui Program ACCCRN (Asian Cities Climate Change Resilience Network).

3.        Ekonomi
Potensi wilayah pesisir dan lautan memiliki dasar yang kuat dan mampu memiliki menjadi penghela utama (prime mover) perekonomian nasional, karena ditunjang oleh kekuatan yang bersumber dari potensi sumberdaya alam yang sangat besar.

Konsep pembangunan secara terpadu dan berkelanjutan masih dihadapkan pada kendala utama berupa pemerintahan yang tidak memiliki unsur-unsur transparencypublic participationaccountability, dan responsibility, yang secara keseluruhan disebut sebagai tata pemerintahan yang baik (good governance).



Gambar 2. Keterkaitan Ekonomi Politik dalam Kebijakan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu dalam Mendorong Pembangunan Berkelanjutan (Sumber: Jurnal Mangrove dan Pesisir IX:1)

Arah pembangunan yang selama ini dijalankan oleh pengelola wilayah pesisir sangat berorientasi pada pertumbuhan ekonomi (economic growth).

Di antara banyak pendekatan konsep atau model pembangunan yang ada, pendekatan ekonomi politik (political economy) dapat menjadi salah satu pilihannya, karena pendekatan ini merupakan suatu cara pandang perubahan sosial dimana inti dinamika perkembangan ekonomi secara sistematis dikaitkan dengan perubahan sosial dan politik, dan semua itu dikembalikan pengaruhnya pada proses ekonomi (Rahardjo dalam Tajerin, 2009).

Kawasan pesisir dan laut di Semarang perlu dilakukan konservasi biodiversitas.
1.      Penanaman kembali bibit mangrove dapat mencegah abrasi dan hal lain yang dapat merusak ekosistem laut.
2.      Pelestarian terumbu karang, selain menghidupkan biota laut serta menstabilkan daerah bawah laut, dapat menaikkan tingkat eksotisme yang dapat menarik perhatian pengunjung serta dapat dijadikan suatu bentuk ecotourism, sehingga perekonomian akan semakin meningkat.
3.      Pengembangan budidaya rumput lautpun perlu adanya peningkatan agar kesejahteraan pangan masyarakat semakin meningkat pula.
4.      Pemerintah Semarang yang telah mengupayakan reklamasi pantai, hingga menimbulkan abrasi, harus mampu mewujudkan pula konservasi wilayah pesisir, pantai, dan laut yang nyaris kehilangan fungsi ekosistemnya.

Apabila kegiatan konservasi ini berhasil, pembangunan berkelanjutan di Kota Semarang dapat dilaksanakan sesuai dengan harapan, sehingga dapat membawa Semarang sebagai satu-satunya perwakilan Indonesia dalam 100 Resilient City menuju Semarang Tangguh.  


Referensi

Ambariyanto dan Denny N.S.. 2012. KAJIAN PENGEMBANGAN DESA PESISIR TANGGUH DI
KOTA SEMARANG. Riptek. Vol. 6, No.II, Tahun 2012, Hal.: 29 – 38.
Astirin, Okid Parama. 2000. Permasalahan Pengelolaan Keanekaragaman Hayati di Indonesia.
Biodiversitas. Volume I. 1: 36-40.
Balai Informasi Penataan Ruang.      
Diarto, Boedi Hendrarto, dan Sri Suryoko. 2012. PARTISIPASI MAYARAKAT DALAM
PENGELOLAAN LINGKUNGAN KAWASAN HUTAN MANGROVE TUGUREJO DI KOTA SEMARANG. JURNAL ILMU LINGKUNGAN. Volume 10 Issue 1: 1-7 (2012) ISSN 1829-8907.
Imam S. Ernawi, Dirjen Penataan Ruang, Kementerian PU. 2012. Gerakan Kota Hijau:
Merespon Perubahan Iklim dan Pelestarian Lingkungan. Bulletin, ISSN: 1978 - 1571
Tajerin.2009.PERAN EKONOMI POLITIK PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR
DAN LAUTAN SECARA TERPADU DALAM MENDORONG PEMBANGUNAN
BERKELANJUTAN. Jurnal Mangrove dan Pesisir IX (1). Vol: 18-28 ISSN: 1411-0679



0 comments: