Saturday, November 9, 2013

0

[Draft-Perjalanan Seru] Part 1 "Savana Inside of Ngalam"

Posted in , , , , , , ,
Bicara tentang perjalanan seru, tentu menghadirkan buncahan gairah yang tak ada habis-habisnya. Bukan melulu soal cinta, namun tentang bagaimana kita mencintai diri kita. Ya, traveling memang bertujuan untuk memuaskan hasrat jiwa. Bila hati kita sedang terluka dan jiwa kita terombang-ambing oleh masalah yang luar biasa, hal yang patut untuk dicoba adalah traveling.

    Traveling sendiri adalah kegiatan mengarungi belahan dunia dengan segala macam keindahannya. Dengan berbekal seadanya atau bahkan sebanyak-banyaknya, menuju suatu tempat yang belum pernah dan pantas untuk dikunjungi. Dan banyak cara untuk melakukan traveling, entah dengan travel, bus, kendaraan pribadi juga yang cinta alam dan tak ingin menambah efek rumah kaca dan global warming di dunia, mereka memilih dengan bersepeda atau bahkan berjalan kaki.

    Namun, kurang puas bila melakukan perjalanan panjang tanpa beristirahat di suatu tempat yang nyaman. Seorang musafir yang melakukan perjalanan panjangpun butuh istirahat. Tentu kita yang melakukan traveling, butuh sesuatu yang tentunya bisa memulihkan jasmani agar kembali seratus persen bergairah untuk meneruskan perjalanan seru esok hari.



    Satu-satunya jawaban adalah penginapan. Kebanyakan traveler memilih sasaran hotel untuk menjadi tempat mereka untuk sejenak terlelap dan mengistirahatkan raga.

    Dan aku memiliki segelintir cerita tentang perjalanan seru yang pernah aku lalui beberapa tahun lalu di sebuah kota. Saat itu aku masih berusia tujuh tahun, bersama dengan keluarga, menaiki mobil rental yang kami sewa dengan sopir yang ramah dan handal dalam menyetir, dan dengan tujuan yang bercabang-cabang. Kami akan merayakan wisuda Ayah yang akan diadakan sehari setelah kami menginjakkan kaki di kota itu, sekaligus menjadi seorang traveler dengan mengarungi indahnya retorika dalam kota tersebut.

    Persiapan matang dilakukan sedini mungkin. Ayahku memang teliti dalam hal kecil yang mungkin akan berakibat fatal ini. Mempersiapkan bekal adalah hal yang kronis baginya. Satu barang ketinggalan, hancur sudah. Dengan itu, segalanya pasti siap saat hari H.

    Dengan mengucap basmalah, mobil melaju dengan kecepatan normal, melesat dari Rembang—perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur, menuju Malang, Jawa Timur.

    Seorang traveler harus tahu, Malang adalah kota terbesar kedua setelah Kota Surabaya.

    Aku mengenal Malang sejak perjalanan perdanaku menginjakkan kaki pertama kali di kota pelajar ini. Mungkin inilah yang menjadi alasan mengapa Ayah menjatuhkan pilihannya untuk meneruskan kuliah S-1nya di salah satu perguruan tinggi di kota bersih ini, karena dari julukannya pun sudah tampak jelas.

    Dan tak lain, kota ini memiliki banyak tempat-tempat indah yang patut dikunjungi. Aku dapat membandingkan, setelah tiga kali merasakan perubahan pada kota Malang, tepat beberapa hari yang lalu aku kembali menginjakkan kaki ke kota romantis tersebut, dengan sah mengatakan bahwa Malang is almost perfect city!

     Malang memiliki apel dengan segala bentuk dan rasa. Malang memiliki budaya yang khas. Malang memiliki sekolah-sekolah dan perguruan tinggi yang melimpah. Malang memiliki Jawa Timur Park yang kini memiliki dua versi. Malang memiliki Semeru dan gunung-gunung yang menjulang tinggi. Juga Malang memiliki gedung dan bangunan-bangunan dari yang unik, eksotis sampai real estate.

    Dan yang uniknya, bahasa orang malang sungguh di luar dugaan. Aku baru menyadari dengan keganjalan dari cara mereka berbicara. Lugas, tegas, tanpa basi-basi dan— terbalik. Terbalik? Ya! Mereka menyebutnya bahasa walikan. Untuk berkata “Saya orang Malang” saja menjadi seperti ini: “Ayas arek Ngalam”.

 Unik memang, namun untuk orang awam pastinya harus merekam percakapan mereka, mencatat dan menyusun kembali rangkaian huruf hingga menjadi sebuah bahasa Indonesia yang tercetak dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. Namun inilah cara orang Malang, selalu ada sisi positif. Sebagai contoh, sebuah percakapan rahasia, atau kata kunci. Dengan bahasa itu, bisa jadi kata kunci agar seorang traveler tidak mengerti bahwa mereka sedang membicarakannya. Haha lupakan hal ini.

  Dan, iya, kami sangat butuh tempat penginapan untuk me-refresh otak dan syaraf-syaraf kami. Kami memutuskan untuk beristirahat dua hari satu malam di sebuah hotel yang dekat dengan kampus milik Ayah.
Mengapa memilih hotel sebagai tempat penginapan? Karena kami mencari kenyamanan.

  Sebelumnya, aku akan memberi sedikit tips dalam memilih tempat penginapan agar tak terjerumus dalam lubang kenistaan. Maksud saya, agar tidak menyesal nantinya. Tipsnya adalah sebagai berikut:

1.    Pilihlah hotel yang sesuai selera. Jangan pandang dari kelasnya, walau kenyataannya hotel berkelas
       memang fasilitasnya selalu lengkap, namun tetap sayangilah isi dompet Anda. Yang terpenting adalah
       bisa memberikan kenyamanan dan menghemat pengeluaran.
2.    Memeriksa kondisi ruangan. Atap berlubang, tembok retak-retak, kamar mandi singup— persiapkan
      diri Anda untuk segera lari jauh-jauh dari tempat ini. Karena uang Anda hanya akan terbuang sia-sia.
      Anda ingin menginap atau justru uka-uka? Hotel yang baik adalah yang mampu memberi kenyamanan
     dan kepuasan maksimal. Desain interior dan eksterior yang baik akan menarik perhatian pengunjung
     untuk segera menikmati menjadi pemilik sesaat.
3.    Nilai pelayanannya. Hotel berkelas tapi pelayanan buruk? Sama saja bohong. Hotel sederhana dengan
      pelayanan luar biasa pun bisa saja menjadi istimewa. Bukankah sesuatu yang baik tak harus cemerlang?
      Bila putih saja membahagiakan, untuk apa mencari emas?
4.    Perhatikan fasilitasnya. Para pengunjung pasti memerhatikan hal ini. Dalam sebuah hotel, pasti tak luput
     dari fasilitas yang menjadi salah satu misi dari berdirinya hotel tersebut. Sebagai contoh: kolam renang.
      Fasilitas ini sangat memberi nilai plus untuk mereka yang mencintai olah raga berenang.

Dan semua itu aku temukan dalam Hotel Savana Malang. Kesan pertama saat memasuki hotel yang tergolong mewah ini adalah: “Wah, istana!” karena memang selama tujuh tahunku itu, aku hanya bisa menikmati hariku di atas rumah seluas 30 meter dengan segala keterbatasannya.


To be continue, otak tiba-tiba beku.

0 comments: