Thursday, November 8, 2012

0

Kala Itu

Posted in , , , , , , ,

Kala Itu

Kala itu, ragaku sedang mencari-cari. Kutatap langit yang tak lagi pekat dan jemariku menari-nari. Secercah harapan yang secerah bunga-bunga api di cakrawala pagi yang tak seindah ini. Sinarnya yang menembus dua mataku, menjelajah dalam setiap pandanganku. Menemukanmu.
Kau menemukanku, tepat disaat aku membutuhkan sosok yang kupercaya mampu menjagaku saat ku terjatuh. Sedalam apapun, katamu kau mau, menjaga janji yang membuatku percaya padamu. Dan cintaku, seutuhnya untukmu.
Dan ku percaya, tak perlu mencari yang sempurna jika yang sederhana lebih bisa membuatku bahagia. Dan ku bahagia, tak perlu mencari bila kau telah temukan aku di sini.

Mana yang lebih indah? Berpiring-piring makanan mahal atau hanya sebungkus permen Barley Mint yang kau bagi berdua denganku? Adakah yang lebih indah dari makan berdua di warung pas-pasan daripada harus berpura-pura kaya hanya untuk makanan yang sama-sama mengenyangkan? Bagiku, tak ada sambal yang lebih nikmat dari paduan tomat dan cabai hasil karyamu sendiri. Percaya?
Sesederhana itu, caraku mencintaimu.
Kala itu, ragaku ada di sampingmu, mataku memahami sorot matamu yang mencoba berbicara. Dan hatiku bertanya, akankah aku selalu di hatinya? Jemarimu menyentuh jemariku, kau genggam seolah memberiku jawaban dari semua pertanyaan. Lalu kau tersenyum.
Tentu kau tak percaya. Aku harus merelakan jam tidur panjangku hanya untuk mendengar suaramu di balik telefon. Dan bagiku tak ada yang lebih menyenangkan dari menerima ikon amplop yang tertera namamu di handphone.
Semua terasa bahagia ketika kudapatkan ragamu ada bersamaku. Kasih sayangmu yang secara tak langsung telah menguatkanku, membuatku merasa berarti di matamu.
Aku rindu saat-saat itu. Saat kuletakkan tubuh ini di pembatas jembatan depan sekolahku. Mencari-cari di antara ribuan manusia yang berlalu lalang. Menantimu. Aku rindu di saat malam-malam yang seperti ini selalu ada yang menemaniku, dan aku selalu menyelinap, membuka pintu pelan-pelan dan berlari ke arahmu.
Namun benar, mulut-mulut itu berkata keindahan tak selalu bisa aku rasakan.
Menurutmu, apa aku sudah dewasa? Merelakan apa yang tak ingin aku lepaskan hanya untuk menuruti keinginan hatimu. Melupakan walau tak ingin kuhapus semua kenangan hanya untuk bahagiamu. Atau memendam, ketika mata ini harus melihat apa yang seharusnya tak ku lihat. Menerima kenyataan bila separuh aku, bukan lagi menjadi milikku.
Kenyataan yang ada, kau tak lagi mencintaiku. Yang kutau, ragamu tak lagi di sini. Yang kutau, hatimu sedang bersarang pada seseorang yang kala itu membuatmu menghilang dari semua ini. Dan kau tau, aku terluka namun kau tak peduli.
Sesederhana itu, caramu menyakitiku.
Menurutmu, siapa yang lebih jahat? Aku yang selalu menaruh curiga karena kau selalu memberi harapan pada siapa saja yang ingin kau kenali, atau kamu, yang pergi meninggalkanku karena ada yang lebih memiliki semua yang tak kumiliki?
Mana yang lebih menyakitkan? Mengalah, bertahan mengobati luka sendiri, atau tersiksa karena dilema memilih cinta yang tepat untuk mencari pengganti?
Tak ada yang lebih menyakitkan dari ini. Aku terluka sedang kau bahagia. Aku terhempas sedang kau tertawa lepas. Aku sendiri dan kau ada yang menemani.
Tidak adil.
Kala itu aku sendiri, mencintai diam-diam namun juga menyimpan luka di sini. Ada yang membahagiakanku, membuatku tersenyum di atas tangisanku, atau bahkan menangis di dalam senyumanku. Aku bahagia mereka ada di sini, mencoba menghapus luka yang kau beri yang sebenarnya tak ingin aku dapati.
Aku ingin sepertimu. Secepat kau melupakan semua tentangku. Sebahagia kau melepas semua kenangan itu. Sesering kau menyakiti tanpa merasa tersakiti, dan sepertimu, yang menemukan apa yang selama ini kau mau.
Akan ada saatnya. Aku yakin, aku bisa sepertimu.

0 comments: