Wednesday, June 27, 2012

0

tiada lagi kita

Posted in ,

lampion
          Justru disaat seperti ini, saat kusandarkan tubuhku lemas dan menatap ke arah luar kaca mobil dengan pandangan kosong. Aku merasa seperti ada yang mencoba mengais-ais memory di otakku, yang sebenarnya tak ingin aku ingat-ingat lagi.
Kuperhatikan sekali lagi, jalan itu, lampu-lampu di sepanjang jalan itu, dan bahkan rintik-rintik hujan yang membasahi jalan itu. Bagaimana bisa aku lupa dengan semua ini?
Lalu aku merasa seperti ada yang memperlihatkanku skenario singkat antara dua pasang mata. Terlihat dari caranya menjaga agar orang yang ada di belakangnya tak tersentuh dari derasnya hujan yang membekukan malam itu. Terlihat dari caranya berjuang untuk kekasihnya, antara kehujanan atau terlambat pulang. Maupun dari caranya berkorban, untuk orang yang dicintainya, agar dia selamat, tanpa peduli seperti apa keadaannya saat itu.
Mereka itu kita. Saat pertama kali kamu menunjukkan rasa pedulimu terhadapku. Aku merasa bersalah, membiarkanmu dihantam dinginnya semburan air hujan hanya untuk menghindarkan aku dari amarah Ayah.
Namun skenario itu perlahan hilang, tersadar bahwa itu hanya lamunan sesaatku.


Entah apa yang membuatku mengingat saat-saat itu. Terlebih saat mata itu tak sengaja menangkap sebuah tempat, bukit, dan kembali mengingatkanku saat pertengahan Januari lalu. Saat pertama kali kau labuhkan tanganmu ke pundakku, dan kau jadikan sore itu milik kita. Namun bayangan itupun semakin memudar, seiring dengan alunan lagu Apa Salahku dari d’Masiv yang sesekali diputar dan memaksaku mengingat kejahatan-kejahatan yang pernah kamu lakukan dulu. Tega.
Aku baru menyadari, tak pernah ada cinta di antara kita, atau lebih tepatnya tak pernah ada balasan untuk cintaku. Hanya cinta semu yang kau beri untukku.
Aku memang terlalu bodoh untuk mengerti ini terlalu cepat. Aku memang bodoh yang tak pernah memahami arti cintamu yang hingga pada akhirnya semua berbalik dengan tiba-tiba, tanpa aku sadari apa yang telah merubah keadaannya.
Aku seperti berada di sisi yang terancam. Terlebih saat aku tau, kau lebih memilih pergi ke sisi yang lebih ada segalanya, dan meninggalkan aku, yang lebih membutuhkanmu. Hingga akhirnya aku terjatuh begitu dalam dan kau masih tak peduli. Tak perlu kau tanya siapa yang paling tersakiti.
Terimakasih untuk luka yang kau beri. Karena itu, aku mengerti arti cintamu yang sesungguhnya. Karena itu, aku mengerti bahwa cintamu tak pernah ada untukku. Karena itu juga, aku mengerti siapa yang sebenarnya ada di hatimu, dan karena itu, aku mencoba pergi agar tak ada lagi yang bisa menghalangimu mencari apa yang hatimu mau. Jangan pernah tanyakan apa yang aku rasakan, karena kamu takkan pernah mengerti.
Perlahan, kristal bening ini terjatuh di pipiku. Baru kali ini aku mencoba hal terberat, untuk merelakan orang yang ku cintai, untuk lebih memilih orang yang benar-benar dia anggap bisa mengisi kekosongannya. Perlahan juga, tangan halus ini mengusap butiran bening yang menetes di pipiku. Biarlah semua ini menjadi kenangan, antara aku dan kamu. Dan biarlah bulan sabit ini yang menjadi saksi. Dan bila suatu saat kau juga memandangnya, aku harap dia membisikkan padamu bahwa di sini aku mencoba tersenyum untuk mengenang kisah kita.

0 comments: