SHE
Posted in MemoriesPart II
picture from google |
Pandanganku tertuju pada tiga cewek cantik yang salah satunya adalah cewek yang saat itu memberikan handphone kepada cowok yang aku ceritakan di atas.
Mereka bernyanyi yang tanpa mereka sadari nyanyian mereka mewakili perasaan yang aku rasakan saat itu.
Tiba-tiba salah satu dari mereka berhenti. Irama hati inipun sekejap berhenti, kemudian aku memandangnya, aku ingin berteriak kepadanya, aku tak ingin mereka berhenti bernyanyi.
Mereka tidak bernyanyi lagi. Kudengar mereka mengobrol seperti biasa, yang tanpa mereka sadari lagi aku mendengar apa yang mereka obrolkan.
Salah satu dari mereka mencurahkan isi hatinya, katanya, “Kalau emang dia bisa nerima apa adanya aku, aku yakin pasti dia balik, kalo nggak ya udah.”
Aku tersenyum tipis. Hanya cowok bodoh dan nggak punya otak yang nggak bisa nerima dia, karena bagiku dia itu sempurna banget. Dia memiliki tubuh semampai, rambut lurus panjang, kulit putih, dan alis yang melengkung tebal, yang nggak pernah bisa aku miliki.
Namun obrolan mereka berganti topik, dia menyebut nama cowok lain. Ini memaksaku untuk memasang telinga baik-baik. Karena cowok yang mereka sebut, adalah sama dengan orang yang sepuluh menit yang lalu berada di sampingku.
“Kamu tau nggak, lagu kesukaan dia ‘That Should Be Me’!” begitu katanya, mereka tertawa dan menyanyikan lagu itu dengan kerasnya.
Aku berlari memasuki kelasku, kusambar tasku yang kubiarkan sendirian di meja. Aku berlari menghilang dari hadapan mereka dan pulang membawa perasaan yang campur aduk ini.
Aku merasa diriku berada di ujung gelisah. Aku bingung, aku takut, apa yang sebenarnya terjadi?
Aku mencoba mengusir dugaanku yang membuatku tak bisa berhenti meneteskan air mata. Aku harap dugaanku salah. Aku harap bukan dia yang mereka maksud. Aku harap cintaku ke dia nggak berakhir sampai di sini.
Ku coba lalui hari seperti biasa, seperti saat aku mencintaimu. Dan seperti biasanya saat aku mengais-ais perhatianmu.
Saat aku berpapasan dengannya, sekuat hati aku memandangnya. Ku beranikan mata ini menatap tajam ke bola matanya. Dan benar dia membalas pandanganku, tapi, tapi yang ini berbeda, jauh berbeda dari sebelumnya. Pandangan yang sama sekali tidak aku inginkan. Itu bukan dia! Aku sama sekali tidak mengenalnya!
Sudah, aku tak ingin menangis dalam keramaian.
Perasaan ini memaksaku untuk benar-benar mengatakan yang sebenarnya. Tapi aku takut, aku takut semua tidak sama seperti yang aku inginkan. Aku hanya ingin bertanya padanya, siapa yang mengisi hatinya saat ini.
Hari berikutnya. Saat aku sudah kembali bisa menikmati apa yang ada di sekelilingku, dan saat aku bisa melupakan apa yang terjadi padaku, dan saat itu aku sudah berhasil mengumbar tawa di kelas, salah satu temanku datang bertanya padaku. Katanya dia jadian dengan cewek yang kemarin bernyanyi di depanku.
Aku terdiam, aku memandangnya, aku ingin marah padanya, aku ingin menamparnya, Kenapa kamu katakan ini di depanku! Kenapa kamu beritahu aku! Itu nggak benar kan?
Kemudian temanku yang lain memperjelas, dia berpendapat yang sama. Katanya mereka selalu bersama, katanya mereka selalu berdua.
Tuhan, apa itu benar?
Aku mencoba menahan semua ini. Meski sakit.
Aku tersenyum pada kedua temanku, seolah aku biasa saja. seolah aku bahagia mendengarnya!
Kenapa ini, Tuhan?
Aku benar-benar tak rela.
Bersambung…
0 comments: