cerita kita, bertiga
Posted in cerita kita bertiga, Cerpen
2011, 3rd December
Satu setengah tahun, aku memendam rasa ini. Mungkin untuk cewek lain yang pastinya lebih ‘pintar’ dari aku nggak akan tahan dengan keadaan seperti ini, mungkin mereka akan membuang jauh perasaannya atau langsung mengatakan apa yang dia rasakan. Tapi aku bukan mereka. Dan aku punya banyak alasan mengapa aku memilih diam dan menyimpan rasa ini dalam-dalam. Aku sadar diri, aku takut, dan aku belum siap mendengarnya bahwa dia tidak mencintaiku.
Memang aku bodoh, aku mengharapkan harapan kosong, menunggu sesuatu yang nggak bakal datang, dan membiarkan rasa ini hampir membusuk di hatiku.
Aku yakin, pasti dunia menahan tawa.
Tertawa saja semuanya, biar aku tau bahwa aku memang bodoh. Biar aku sadar bahwa aku masih terlalu bodoh untuk mengerti apa itu ‘cinta’.
Masih sangat menyimpang dari apa yang aku pikirkan, tentang cinta.
Cinta yang tumbuh dari pandangan mata, kemudian merambat ke hati. Perasaan yang campur aduk, antara senang, bahagia, malu, semua menyatu saat memandang wajahnya. Tidak ada sedih, karena dia juga mencintaiku. Tidak ada kata berpisah karena kita telah menjadi satu. Dan kita akan bersama selamanya.
Haha, sekali lagi dunia boleh tertawa karena aku hanya bermimpi untuk mendapatkan cinta seperti itu, cinta yang tidak bisa aku rasakan.
Karena aku mengharap cinta itu datang dari seseorang yang telah lama menginap di hatiku. Seseorang yang tidak bisa dikatakan ‘aku mencintai dia apa adanya’, karena dia sempurna, dia memiliki semua yang aku inginkan.
Sekarang biarkan aku tertawa, menertawakanku yang menginginkan dan mengharapkan orang yang sesempurna dia untuk jadi milikku. Iya aku sadar!
Aku sempat merasakan ada getaran dari hatinya, seakan membisik hatiku bahwa dia juga mencintaiku. (anggap saja aku sedang bercanda) Seseorang secakep dia, suka denganku, aku yakin dunia pasti akan bertepuk tangan untukku. Dan dalam sekejap kepalaku akan membesar, dan meletus.
Dan aku bodoh, saat kesempatan itu ada untukku, aku justru tidak mengerti bagaimana menggunakan kesempatan itu. Kenapa saat dia ada di dekatku, saat dia berusaha berbicara denganku, aku malah menganggapnya biasa saja.
Dan saat kesempatan itu hilang, aku berusaha mati-matian untuk mencari kesempatan yang kedua, yang ketiga, dan aku tidak mendapatkannya.
Aku menyesal. Aku memang tolol.
Tuhan, ingin rasanya mengulang saat itu.
Hingga akhirnya kita berpisah. Apakah dia mengerti, aku selalu berusaha mencoba mengais perhatiannya. Setelah kita terbiasa untuk tidak bersama, aku melihat ada yang berbeda dengan dirinya. Pandangan matanya, seakan kita tidak pernah kenal. Bukan ini yang aku inginkan! Setiap kali aku memandangnya, berusaha untuk berbicara dengannya, tapi aku tidak punya keberanian sama sekali. Dan sebelum aku mecoba untuk membuka mulut ini, dia sudah pergi.
Satu setengah tahun, hanya satu setengah tahun, dan cukup satu setengah tahun aku bertahan untuk mencintainya dalam hati. Setelah aku merasa bahwa selama ini yang aku harapkan adalah harapan kosong. Dan setelah aku tau, dia telah menemukan apa yang selama ini dia cari.
Seseorang yang memikat hatinya, seseorang yang sempurna untuk lebih melengkapi hidupnya, dan seseorang yang akan menemaninya, selamanya.
Sekarang ijinkan aku menangis, memohon-mohon kepada Tuhan untuk jangan lakukan itu.
Setiap kali aku melihat mereka selalu berdua, saling menatap satu sama lain. Dan aku, hanya bisa melihat kemesraan mereka dari jauh. Siapa yang bisa tahan dengan keadaan seperti ini?
Aku rapuh.
Kenapa harus sekarang, Tuhan? Kenapa tidak menunggu satu bulan lagi, agar semuanya ku akhiri di Januari.
0 comments: